Seorang perempuan sedang menunggu senja di sebuah restoran hotel di lantai paling atas. Dilihatnya pemandangan Kota Malang seolah membalut tubuh mungilnya.Â
Hamparan pemukiman serta gedung bertingkat yang mulai merajai kota serta ujung-ujung pohon rimba yang mungkin saja beratus-ratus tahun menyemai kesejukan. Samar-samar lagu jazz melantun romantis. Saat itu senja mulai melintasi kota bersama burung-burung yang terbang ke selatan. Berpendarlah gradasi jingga dan biru.
Perempuan mungil itu sebut saja Yatie. Seorang perawat yang juga aktivis sosial di Kota Malang. Usianya sekitar 40 tahun dan masih menyimpan luka dari seorang lelaki 5 tahun silam.
Lelaki yang diharapkan mau mendengar keluh kesah Yatie itu sudah tak tahan lagi jika terus-menerus ditinggal pergi untuk kegiatan sosial. Pilihan sulit bagi Yatie untuk terus menyalurkan pertolongan sekaligus merelakan suaminya pergi meninggalkan dirinya sendirian.
Menjadi perawat bukan hanya panggilan hati Yatie sejak dirinya aktif di organisasi sekolah, Palang Merah Remaja (PMR). Sebenarnya ada keinginan menggebu dalam diri Yatie, yaitu ketika ibunya tak tertolong gara-gara stok darah AB habis.
Ibunya meninggal saat dirinya menyusuri Kota Malang mencari pendonor darah AB. Maka sejak saat itu ia berjanji dalam dirinya untuk menebus segala kemalangan atas kematian ibunya dengan cara membantu orang yang sakit untuk segera sembuh kembali dan berkumpul dengan keluarganya.
Yatie juga menjadi pendonor darah sejak usia remaja, maka tak heran jika kurang beberapa kali  lagi ia akan menerima penghargaan 100 kali donor darah dari Presiden. Tapi, bukan itu tujuan utama Yatie menjadi pendonor dan aktif dalam aktivis sosial medis.Â
Sebenarnya hati Yatie masih menyisakan rapuh, mengapa lelaki yang sudah mendampingi  11 tahun lamanya itu menyerah. Maka, setiap senja Yatie selalu menyempatkan diri memandang langit. Ia pernah mendengar pesan ibunya bahwa senja adalah waktu dimana para malaikat sedang menabur biji emas.
PERJUMPAAN DENGAN LELAKI MISTERIUS
Saat senja belum berlalu, Yatie mencoba melempar pandangan ke segala arah. Restoran di lantai paling atas ini sudah menjadi jujugan kesekian kalinya. Seperti terhipnotis, Yatie termenung menatap sosok lelaki berdiri tak jauh darinya.Â
Lelaki itu mengenakan setelan jas yang anggun. Matanya menatap senja dengan serius. Sementara kedua telapak tangannya tersimpan rapi di saku celana. Restoran telah sepi, namun, kedua manusia itu terus menekuni senja hingga petang membuatnya remang-remang.