Ia terus berpidato di depan tanah lapang bekas pohon rindang memandang kota. Ia menyampaikan tentang lahan yang menampung air. Lalu dikeraskan tanah lapang itu supaya tahan terhadap ujung belati hujan.Â
Ia terus berencana dengan para pembawa uang. Ia sampaikan bahwa pohon-pohon akan menjadi tempat teduh yang beratap galvalum. Lalu dikeraskan telapak kakinya supaya tidak mudah terpeleset. Ini semua demi mengalirkan uang seperti air bah waktu lalu.
Ini tentang perhelatan dunia, kita datangkan raung mesin kesini agar menjadi tuan rumah yang tidak kesepian. Kita bakar semua bahan bakar agar masakan segera hangus. Kita tak perlu nikmati apapun, semua sudah tersedia. Surat-surat, ijin-ijin atau gergaji-gergaji.
Ia terus berpidato dengan suara mesin yang meraung-raung mengganggu tidurku.
SINGOSARI, 23 Februari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H