Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Pidato yang Meraung-raung

23 Februari 2020   22:00 Diperbarui: 23 Februari 2020   22:05 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://cdn02.indozone.id/

Ia terus berpidato di depan tanah lapang bekas pohon rindang memandang kota. Ia menyampaikan tentang lahan yang menampung air. Lalu dikeraskan tanah lapang itu supaya tahan terhadap ujung belati hujan. 

Ia terus berencana dengan para pembawa uang. Ia sampaikan bahwa pohon-pohon akan menjadi tempat teduh yang beratap galvalum. Lalu dikeraskan telapak kakinya supaya tidak mudah terpeleset. Ini semua demi mengalirkan uang seperti air bah waktu lalu.

Ini tentang perhelatan dunia, kita datangkan raung mesin kesini agar menjadi tuan rumah yang tidak kesepian. Kita bakar semua bahan bakar agar masakan segera hangus. Kita tak perlu nikmati apapun, semua sudah tersedia. Surat-surat, ijin-ijin atau gergaji-gergaji.

Ia terus berpidato dengan suara mesin yang meraung-raung mengganggu tidurku.

SINGOSARI, 23 Februari 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun