Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Perubahan Zaman

18 Januari 2020   21:40 Diperbarui: 18 Januari 2020   21:42 1019
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.castlefineart.com

Malam lajang memeluk ketiadaan. Lampu-lampu temaram menyaingi kunang-kunang. Bintang di angkasa menandakan kita masih ada di bumi. Tempat aku menemukanmu. Menyusup di bawah pintu membawa bau sajak usang. Memenuhi kamar kosong yang berbingkai sudut.

Sepasang mata dekil menjaga urat nadi menggenggam tali. Diatasnya balon warna-warni tampak gulita saja. "Mana ada bocah terjaga sepertimu pak tua?" Kepala dan topi anyaman itu menatap tanyaku. Sorotnya sunyi seperti bangku di taman kota. Tak satupun gerai kopi menghidupi semangat hidupnya.

"Apakah kehidupanmu memang menikam peruntunganku?" tanya pak tua membasmi gusarku. Aku semakin gagap tak sanggup menjawab hardiknya. "Kuulangi lagi anak muda, apakah aku satu-satunya penjual yang masih susah?" tanyanya meninggi, dan aku merendah. Utak-atik gawai membuka aplikasi online, barangkali dagangannya laku. 

Tapi malam terlalu cepat melepas ketiadaan. Lampu-lampu berkabung. Bintang di angkasa luruh menandakan zaman tua bersemayam dalam bumi. Tempat aku kehilanganmu. Tertanam di bawah nisan membawa bau kembang melati. Menjegal semua mimpi indahku.

SINGOSARI, 18 Januari 2020 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun