Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jogging

Sesungguhnya aku tiada, hingga Tuhan membenamkan cinta di relung rusuk

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puisi | Menyemai Bara di Petang Hari

30 September 2019   08:30 Diperbarui: 30 September 2019   09:07 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: fineartamerica.com

Sebab petang adalah awal waktu menutup diri, juga
pada kamar-kamar yang menjelma menjadi
kelelawar, semua kebaikan ditutup rapat, kecuali
membuat malam mabuk tawa. "Ini baru
surga dunia,"
canda mereka sambil menggamit
lambung penuh luka.

Tamu-tamu berdatangan, mereka juga sepakat
menutup diri, juga foto keluarga yang ada di
lipatan dompet, semua kenangan di timbun pekat,
kecuali lembaran uang yang membakar
ranjang-ranjang berderit. "Ini baru pemanasan
sayang,"
bisik mereka seperti serigala yang menjulurkan
lidahnya.

Larutlah malam bersama gula-gula, panas dingin,
dan aroma alkohol. Asap kretek benar-benar
menutup diri mereka dari dunia. Mereka terus
membakar diri menyimpan teori lama, yaitu
Tuhan membosankan, dan iblis sahabat sejati.
Malam itu juga mereka menyelesaikan neraka
yang akan diresmikan esok hari.


MALANG, 30 SEPTEMBER 2019

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun