Mohon tunggu...
SANTOSO Mahargono
SANTOSO Mahargono Mohon Tunggu... Pustakawan - Penggemar Puisi, Cerpen, Pentigraf, Jalan sehat, Lari-lari dan Gowes

Pada mulanya cinta adalah puisi. Baitnya dipetik dari hati yang berbunga

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi | Bapak Tua Demam

20 Mei 2019   09:45 Diperbarui: 20 Mei 2019   22:56 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi - Yang Terlupakan (Indonesia Fine Art)

Bapak tua kulitnya legam.
Sahabatnya terik matahari merajam.
Baju lusuh menutupi punggungnya yang hitam.
Tentu bau dan keringat juga masam.
Ah sudahlah, jangan terlalu tenggelam.
Warna keluarga miskin memang buram.
Sehari makan, esoknya mengunyah garam.
Mereka jarang berkabar di instagram.
Juga obral kalam-kalam.
Baginya tak sulit memisahkan halal dan haram.
Karena mereka takut menikam.
Apalagi menggarong uang rakyat yang karam.
Miskin bukan pilihan tergenggam.
Karena kepedulian sedang demam.
Penjual obat sudah tutup sebelum malam. 

Malang, 20 Mei 2019

Kemiskinan masih punya otak,
kepedulianlah yang merongrong saraf ke otak.
Ayo bersedekah, mumpung Ramadhan menemani nafasmu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun