Mohon tunggu...
Omri L Toruan
Omri L Toruan Mohon Tunggu... Freelancer - Tak Bisa ke Lain Hati

@omri_toruan|berpihak kepada kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Lihatlah Anak Ini, Namanya Intan dan Kini Sudah Tiada

14 November 2016   12:44 Diperbarui: 14 November 2016   13:46 1301
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Intan, Korban Bom Samarinda Sumber facebook.com | Foto: istimewa

Entah kenapa anak ini bisa sedang bermain di luar ketika bom molotov  itu meledak. Yah, namanya juga kanak-kanak dan lagi masanya senang bermain. Ia tidak pernah  tahu bahwa hari itu adalah naas baginya. Dan juga, orangtua anak ini  tidak pernah tahu bahwa hari itu merupakan  hari terakhir bagi anak mereka untuk  bermain. Andai mereka tahu, tentulah anak ini tidak akan berada di sana hari itu.

Entah kenapa juga si pelaku bisa memilih Gereja Oikumene Samarinda menjadi target yang akan diledakkannya hari itu, kenapa bukan yang lain.  Dan masih banyak entah kenapa yang lain tentunya.

Jika sudah demikian, kita pun hanya bisa diam. Upaya apapun tentu tidak akan bisa lagi membuat anak ini hidup dan menjalani kehidupannya yang ceria dengan bermain setiap hari. Entahlah, harus menyalahkan siapa kalau sudah begini.

Di sinilah kadang saya merasa sedih, ketika sesuatu sudah terjadi. Dan apapun sudah tidak mungkin lagi untuk mengembalikan apa yang sudah pergi dan terjadi, seperti adik kita yang mungil ini. Ia tidak akan pernah bisa kembali, kitalah yang akan menyusulnya satu ketika nanti.

Melihat kenyataan ini, hati saya sangat miris bila kaum agamawan, politisi sepertinya tidak pernah serius memperhatikan masalah ini. Entah harus berapa banyak jatuh korban baru mereka akan  perduli dengan apa yang terjadi di negeri ini. Agamawan terlalu sibuk mengurusi politik dan agenda masing-masing. Mereka lupa bahwa agenda kita tentang bangsa ini adalah agenda bersama. Bukan hanya agenda kelompok yang terus berusaha, baik sembunyi-sembunyi maupun terang-terangan berjuang,  bahkan ada yang mengaku rela mati untuk mewujudkannya.

Apakah bangsa kita lahir karena kesalahan sejarah? Saya pikir tidak! Lahirnya bangsa ini sudah melalui proses panjang, hingga akhirnya pendiri bangsa ini sepakat untuk mengabaikan kepentingan masing-masing dan mendahulukan kebersamaan supaya bangsa ini bisa terwujud. Namun, kebesaran hati pendiri bangsa ini sepertinya terus digugat dan dipersoalkan. Ada sekelompok orang di bangsa ini yang masih belum bisa menerima kenyataan sejarah, dan terus berusaha mengubah apa yang sudah menjadi perjanjian luhur bapak bangsa kita, sekalipun itu sangat menyakitkan bagi kelompok lain, yang juga sama-sama menjadi bagian dari bangsa ini jauh sebelum bangsa ini lahir.

Dan anak kita, Intan ( 3 thn) akhirnya menjadi salah satu korban dari pengkhianatan atas perjanjian itu. Dan kita tidak pernah tahu siapa lagi yang akan menjadi korban berikutnya. Mungkin saya, anda, atau siapa saja bisa menjadi korbannya dan kita tidak pernah tahu.

Dan  sangat disesalkan, dari mereka,  orang yang memiliki pengaruh di bangsa ini bisa begitu saja terlontar pernyataan yang sangat bisa menyulut aksi kekerasan, termasuk pendapat keagamaan MUI yang disertai pernyataan wasekjen MUI Tengku Zulkarnain dalam salah satu acara talkshow di televisi. Begitu juga dengan konferensi persnya SBY dalam menyikapi tuduhan penistaan agama oleh Ahok,  yang sungguh sangat disesalkan bisa terlontar dari seorang yang pernah menjadi pemimpin bangsa ini selama dua periode.

Bukannya meneduhkan dan menenangkan umat, justru mereka membuat pernyataan yang bisa memicu kegaduhan. "Kalau ingin negara ini tidak terbakar oleh amarah para penuntut keadilan, Pak Ahok mesti diproses secara hukum. Jangan sampai beliau dianggap kebal hukum," demikian  SBY dalam konferensi pers terkait proses hukum terhadap Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok yang dituduh menistakan agama di kediamannya, Puri Cikeas Rabu, 2 November 2016. Sumber

sumber gambar : kompas.com
sumber gambar : kompas.com
Tentu tidak bermaksud untuk menuduh pidato Pak Beye berkaitan dengan peristiwa bom yang terjadi hari Minggu di Gereja Oikumene Seberang, Samarinda. Namun, selaku Presiden RI selama sepuluh tahun, sudah semestinya Pak Beye bijak dalam membuat pernyataan. Pernyataan yang bersangkutan sangat berpotensi dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab, dan memang  sedang mencari upaya dan celah untuk bisa mewujudkan hasrat mereka, menimbulkan kekacauan dan membuat rusuh bangsa ini.

Intan (3 Tahun) yang sudah pergi mendahului kita, dan juga teman-temannya yang saat ini dalam kondisi kritis semestinya menyadarkan kita bahwa apapun yang menjadi agenda kita, janganlah itu sampai menyulut terjadinya kekacauan, yang bisa berakhir dengan jatuhnya korban. Cukuplah kiranya pengorbanan Intan dan teman-temannya menyadarkan kita untuk menjaga keutuhan bangsa ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun