Mohon tunggu...
Omri L Toruan
Omri L Toruan Mohon Tunggu... Freelancer - Tak Bisa ke Lain Hati

@omri_toruan|berpihak kepada kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pesan Buya: Dalam Kasus Ahok, Selamat Berpikir

12 November 2016   20:07 Diperbarui: 12 November 2016   20:11 2963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bisa jadi, anda sebelumnya sudah membaca pesan  Whatsapp Mantan ketua Umum PP Muhamadiyah, Buya Syafii Maarif tentang kegaduhan yang saat ini sedang terjadi  karena Ahok.  Bagi yang belum, tidak apa, berikut saya kutip untuk anda:

"Gejala Ahok adalah gejala kegagalan parpol Muslim melahirkan pemimpin, tapi tidak mau mengakui kegagalan ini. Selama tidak jujur dalam bersikap, jangan berharap kita bisa menang.

Saya tidak membela Ahok. Yang saya prihatinkan, gara-gara seorang Ahok, energi bangsa terkuras habis. Anda harus mampu membaca masalah bangsa ini secara jernih, tidak dengan emosi. Selamat berfikir."

Di kalimat terakhir pesannya, Buya mengajak kita berpikir. Tentu hal ini sangat menarik, sampai-sampai beliau harus meminta dan mengajak kita berpikir, kenapa?

Bisa jadi, banyak dari antara kita yang sudah tidak mau, dan juga tidak lagi bisa berpikir. Dan tentu ini akan sangat berbahaya. Ketika kita sudah tidak lagi berpikir, maka sesungguhnya kita telah kehilangan kendali atas diri kita. Dan bisa saja itu berarti bahwa kita juga telah kehilangan diri kita, atau dengan kata lain kita sudah tidak ada.

Jika demikian, lalu siapa sebenarnya yang mengendalikan kita?

Tentulah mereka-mereka yang mau, sudah, dan sedang berpikir untuk kita. Dan pada akhirnya, merekalah yang memiliki kontrol atas kita. Merekalah sesungguhnya yang mengendalikan kita dengan pikirannya. Hal itu bisa terjadi karena mereka berpikir, sementara kita tidak.

Sampai level tertentu, bisa jadi hal ini tidak menjadi masalah serius, ketika kepada siapa - kita mempercayakan atau meletakkan pikiran kita - bisa, dan jujur saat berpikir untuk kita tentunya. Namun, tidak sedikit pula yang nyata-nyata  tidak jujur, bahkan sesat dalam berpikir. Ini tentu menjadi masalah. Bukan hanya bagi kita, akan tetapi juga bagi orang lain, yang akan ikut terkena imbas dari pikiran orang-orang yang tidak jujur dan sesat pikir itu.

Dalam pesannya, Buya Maarif menyampaikan pengamatannya tentang kegagalan parpol Muslim dalam melahirkan pemimpin, khususnya dalam konteks Pilkada DKI. Hal ini ditandai dengan munculnya Ahok sebagai pemimpin, dan juga kemungkinannya yang sedemikian besar untuk memimpin kembali lima tahun ke depan.

Kemungkinan akan terpilihnya Ahok ini bisa terbaca dari kalimat Buya: " jangan berharap kita menang." Dan ironinya, kita terus berharap akan menang. Bisa terlihat dari kalimat Buya sebelumnya: " selama kita tidak jujur dalam bersikap." Artinya, parpol Muslim ( dalam konteks Pilkada DKI) sebenarnya sudah gagal melahirkan pemimpin, namun masih berharap akan menang. Inilah sikap yang tidak jujur menurut Buya.

Dalam kerangka berpikir Buya, jika umat Muslim ( Jakarta) menghendaki pemimpin Muslim, maka terlebih dahulu harus melahirkan kader atau calon pemimpin Muslim. Dan ketika itu gagal dilakukan, maka jika ada pemimpin non Muslim yang tampil,  itu adalah keniscayaan, dan mau tidak mau harus diterima.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun