Dan memang, kita belum melihat tindakan konkrit pemerintah dalam menyikapi  musuh demokrasi kita ini,  yang juga sekaligus musuh Pancasila. Seperti yang kita bisa saksikan hari ini, mereka tetap eksis, bahkan ikut memanaskan situasi politik di Ibukota negara kita  dengan seruan konsisten mereka menolak pemimpin kafir.
Apa hak mereka menyebut anak bangsa yang lain sebagai kafir? Pernahkah mereka bertanya kepada Bapak Bangsa yang mendirikan negara ini? Di mana mereka waktu itu?
Entah apa masalahnya juga bagi pemerintah, sehingga ragu untuk membubarkan ormas yang anti Pancasila? Bukannya dilarang dan dibubarkan, justru pemerintah sepertinya masih membiarkannya. Membiarkannya sampai mereka besar dan tidak lagi mampu membubarkannya? Entahlah, kita sedang menunggu.
Dan akhirnya, bangsa kita terbelah, terbelah karena mereka dengan terang-terangan menyuarakan pandangan politik mereka yang menentang Pancasila. Bahkan ada ormas yang bisa mengangkat gubernur tandingan, dan itu hanya terjadi di Indonesia, tepat di Ibukota Negara Republik Indonesia.
Seorang gubernur tandingan diangkat oleh ormas yang menolak Pancasila, dan kita hanya bisa diam dan menertawakannya saja, tanpa kita sadari bahwa mereka juga sedang menertawakan kita yang hanya bisa diam dan tertawa. Kita membiarkannya, sementara mereka dengan terang-terangan menunjukkan penolakan terhadap demokrasi yang kita junjung tinggi, demokrasi yang telah memelihara kita sebagai suatu bangsa.
Sampai kapan?
Kita juga tidak habis pikir, apakah dalam situasi seperti ini TNI harus diam dan cukup dengan melihat-lihat saja, ketika dengan lantang ada ormas yang menyuarakan penolakan terhadap Pancasil dan NKRI. Mereka menyerukan negara Khilafah di bumi Indonesia. Bukankah ini merupakan tindakan makar dan ancaman serius bagi NKRI?
Apakah kita sedemikian takut, jika nanti mereka melawan dan meresponi pembubaran dengan tindakan anarkis? Boleh saja ada kekhawatiran demikian, namun kita harus realistis, bahwa lebih baik dibubarkan sekarang dengan resiko yang masih bisa kita tanggung. Daripada nanti, suatu saat ketika mereka sudah sedemikian besar  dan kuat, dan kita pun sudah tidak kuat lagi untuk membubarkannya, dan semua upaya menjadi terlambat.
Entahlah, jika ada lagi yang masih perlu kita tunggu, sementara hari demi hari mereka terus menyuarakan penolakan terhadap Pancasila. Andai kita melihat ada upaya yang dilakukan pemerintah untuk "mempertobatkan" mereka kembali untuk menerima Pancasila dan NKRI, mungkin saja kita bisa maklumi. Namun sepanjang yang bisa kita amati, tidak ada terlihat upaya ke arah itu. Sementara berharap dan menunggu inisiatif dari mereka, sepertinya itu hal yang sia-sia.
Kita sedang bermain dengan waktu, bermain-main dengan keutuhan NKRI dengan membiarkan penyeru Khilafah mengumandangkan penolakannya terhadap Pancasila, NKRI, Demokrasi, Bendera Negara, Bhinneka Tunggal Ika, yang mana kesemuanya itu merupakan tidakan nyata-nyata pengkhianatan terhadap perjanjian luhur Bapak Bangsa kita, yang sudah bersusah payah melahirkan Indonesia.
Membiarkan masalah menjadi besar, hingga satu ketika kita tidak lagi mampu untuk mengatasinya bukanlah pilihan yang bijak. Kita juga semestinya tidak lagi cukup dengan hanya prihatin, lalu membiarkannya terselesaikan oleh waktu. Dan kita tidak pernah tahu waktu akan berpihak ke mana.