Maaf kalau anda tidak sependapat, namun bagi saya, dan sangat mungkin juga bagi banyak orang,  Pak Beye itu "lamban". Banyak hal, ketika ia berkuasa dibiarkan terselesaikan seiring dengan berjalannya waktu. Pak Beye seringkali prihatin jika sesuatu terjadi, beda dengan Pak Jokowi, yang akan segera mendatangi dan melihat dari dekat apa yang menjadi pokok persoalan  guna menemukan solusi  yang harus segera dilakukan guna mengatasi masalah dimaksud.Â
Itulah beda kedua sosok di atas, yang kali ini juga  memilik agenda masing-masing dalam Pilkada DKI yang akan segera berlangsung.
Bagi Pak Jokowi, Gubernur DKI lebih dari seorang menteri, bahkan Menko sekalipun, Gubernur DKI setara, bahkan bisa jadi lebih diperlukannya dari seorang wakil presiden. Bila Gubernur DKI berhasil, maka Indonesia pun ikut berhasil, dan sudah tentu juga dengan presidennya.Â
DKI adalah ibukota negara, miniaturnya Indonesia, dan gubernur DKI adalah orang nomor tiga di Indonesia. Biar bagaimanapun, DKI adalah wajah terdepan Indonesia, Indonesia paling cepat dikenal dan paling mudah dibaca dari apa yang ada dan terjadi  terjadi di ibukota. Jika ibukota lumpuh, maka Indonesia pun bisa lumpuh. Oleh karena itu, Presiden Jokowi tidak akan pernah membiarkan DKI " jatuh" ke tangan orang yang tidak sejalan dengan dia.
Kita pernah mendengar curhat Yusril Ihza Mahendra tentang dirinya yang tidak diinginkan oleh Pak Jokowi untuk menjadi gubernur DKI. Ia menyebut Presiden  menekan pimpinan parpol untuk tidak mengusung Yusril, namun  tidak dengan Pak Beye, yang tidak mau ditekan menurut Yusril. Curhat Yusril ini sangat mungkin benar, karena dalam banyak hal, Yusril seringkali berseberangan dengan Pak Jokowi, sehingga sangat beralasan jika Presiden dengan caranya akan mengupayakan supaya Yusril tidak ikut ambil bagian di Pilkada DKI.
Skenario Presiden Jokowi ini tentu tidak mudah diwujudkan, karena masing-masing parpol punya kepentingan di Pilkada DKI. Hingga mendekati masa pendaftaran paslon ke KPUD, skenario Pak Jokowi ini bahkan sepertinya akan gagal. Indikasinya dikuatkan oleh pernyataan Yusril, bahwa ada tiga partai yang akan mengusungnya di Pilkada DKI, dan ia sangat yakin dengan itu. Bahkan, ia pun sudah berani melakukan deklarasi bersama relawan dengan berpegang pada janji pimpinan ketiga parpol kepadanya.
Oh my God! Ternyata Yusril dibohongi. Memang bukan pakai ayat Al Maidah 51, tetapi pakai janji manis Pak Beye. Sebelum berangkat ke luar negeri, Pak Beye meminta Yusril menjalin komunikasi dengan partai lain guna mewujudkan niatnya menantang Ahok dengan menggunakan Partai Demokrat, yang sudah pasti membutuhkan "tenaga asing" (tapi bukan dari Tiongkok ya) guna mewujudkan cita-citanya Yusril.
Segala hal yang diperlukan untuk menumbangkan Ahok ada pada Yusril. Pengalaman di birokrasi dan politik, kepintaran, kepakaran, pengetahuan agama, popularitas, jangan lagi diragukan, Yusril memiliki segalanya. Bahkan, Ahok pun jujur mengakui bahwa Yusril itu hebat. Senyum Yusril saat menyindir Ahok bisa membuat lawan Ahok tersenyum puas, seakan-akan kekesalan hati mereka ikut tertumpah melalui senyuman Yusril yang melukai Ahok.
Bagi pembenci dan Lawan Ahok, sosok Yusrillah yang paling ideal untuk head to head melawan Ahok. Dan tentu keyakinan mereka bukan tanpa alasan. Berbagai survey juga menunjukkan bahwa elektabilitas Yusrilah yang bisa menempel Ahok. Apalagi dengan modal dasar  sekitar 25% warga DKI tidak menyukai Ahok karena alasan primordial, dan tentu ini akan memudahkan Yusril menumbangkan Ahok jika didukung oleh banyak partai dengan satu semangat : Menumbangkan Ahok.
Cita-cita Yusril dan pembenci Ahok ini hampir bisa terwujud andai Pak Beye tidak "berulah" dengan mengingkari janjinya pada Yusril. Keputusan Pak Beye ini menjadi blunder, bukan hanya bagi Partai Demokrat, juga bagi Agus Yudhoyono, dan pembenci Ahok yang jauh-jauh hari sudah bermimpi Ahok tumbang di Pilkada DKI oleh Laksamana Cheng Ho dari Belitung.Â
Andai pertarungan  satu lawan satu dengan mempertemukan dua Cheng Ho dari Belitung,  entahlah akan seperti apa dashyatnya. Sulit dibayangkan hebatnya gempuran terhadap Ahok, layaknya  energi yang terakumulasi dan fokus diarahkan kepada satu titik, maka sangat besar kemungkinannya energi itu akan mampu menerobos sesuatu yang sangat  kuat dan sakti sekalipun seperti Ahok. Ketika semua energi kontra Ahok dikumpulkan dan difokuskan di pedang Yusril untuk menghantam Ahok, maka anda bisa bayangkan seperti apa jadinya.Â
Ahok bisa babak belur, terkapar dihantam kebencian, dendam dan rasa tidak suka karena faktor: SARA, Ekonomi, Politik dan Persekongkolan yang bertemu di satu wadah, yakni pedang Yusril. Jika kesemuanya itu bisa terakumulasi dan fokus  untuk menghantam Ahok, sangat mungkin Ahok tumbang. Dan bukan hanya Ahok, skenario Pak Jokowi pun bisa hancur berantakan, layaknya misi Pak Beye di Tour de Java yang berantakan saat Pak Jokowi blusukan ke Hambalang.
Dan tidak seperti biasanya juga, Pak Beye yang dulunya terkesan lamban, justru kali ini di Pilkada DKI sangat terburu-buru dengan menarik Agus Yudhoyono untuk menantang Ahok, Pendekar Sakti andalannya Pak Jokowi. Sepertinya, Pak Beye sudah tidak sabar untuk segera sampai di sana. " Ku yakin sampai di sana", demikian salah satu dari albumnya Pak Beye yang ternyata berhasrat menghantar Agus Yudhoyono sesegera mungkin sampai di sana dengan memaksanya berlari.
Di tempat lain, Yusril hanya bisa prihatin memperhatikan Agus Yudhoyono setiap saat latihan berlari. "Memang Ahok bisa dikalahkan dengan berlari?" Â Demikian gumam Yusril dalam hati karena tidak kuat memendam kekesalan hatinya. Ia bingung dengan maksud Pak Beye menyuruh Agus berlari dari Cikeas untuk mengejar Ahok yang sudah berada di gerbang Balai Kota.
Demikianlah jadinya, perubahan yang terjadi pada Pak Beye dari sosok yang dulunya "lamban" menjadi buru-buru, akhirnya  membantu Pak Jokowi mewujudkan skenarionya, mengantarkan Ahok ke Balai Kota dengan bantuan Pak Beye.Â
Entah siapa yang membisikkan skenario ini pada Pak Beye, sehingga ia bisa dengan cepat dan sigap mengambil satu keputusan walaupun sifatnya blunder. Bagi Agus Yudhoyono, tugas seberat  ini tentu bukan kapasitas dirinya untuk bisa menanggungnya. Bukan saja mewujudkan hasrat Pak Beye yang menginginkannya sesegera mungkin ada di sana,  juga masa depan Partai Demokrat yang tak kunjung bisa lepas dari masalah korupsi harus ditaruh di pundak Agus.
Andai Agus Yudhoyono bisa menolak. Namun sepertinya ia tidak punya pilihan, karena Ibas adiknya ternyata memiliki beban yang tidak kalah berat jika ia harus membersihkan citra Partai Demokrat yang belepotan karena kasus korupsi kadernya.
Andai Agus bisa, ia sebenarnya igin lari, ya ia ingin lari, entah lari ke mana. Dan akhirnya, Agus pun berlari, berlari mengejar Ahok yang sudah ada di garis finish, Gerbang Balai Kota, disambut Pak Jokowi dengan kalungan bunga pertanda Ahok berhasil  memenangi lomba.Â
Berbeda dengan analisis Yon Bayu yang ditanggapi melalui tulisan ini. Pak Beye tidak merusak skenario Pak Jokowi. Justru Pak Beye membantu Pak Jokowi mengantarkan Ahok menjadi Gubernur DKI kembali, seperti skenarionya Pak Jokowi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H