Entahlah, bila PDIP masih bertahan dan tetap yakin dengan strategi konvensional mereka  bakal berhasil di Pilkada serentak maupun pemilu/pilpres 2019. Namun satu hal, Golkar sudah membuktikan bahwa di pilgub DKI yang bakal digelar, mereka bisa mempersempit ruang berpikir PDIP, ketika dengan lantang Golkar bersuara akan mengusung Ahok. Bahkan, kita bisa melihat keuntungan politik yang tadinya mengalir deras ke Partai Nasdem, sekarang menjadi terbagi, bahkan Golkar kebagian lebih besar setelah mereka memutuskan tanpa ragu akan mengusung Ahok. Â
Golkar sudah benar dan mereka tidak kepagian. Golkar memang sangat  cerdas membaca situasi dan jeli melihat momentum. Dan memang partai politik sudah seharusnya demikian. Dan ini seharusnya menjadi pelajaran untuk partai-partai lain, dengan mulai kritis terhadap efektivitas kepemimpinan partai yang hanya mengandalkan figur dan berdasarkan kharisma. Apa yang dilakukan Golkar merupakan bukti bahwa suatu organisasi bisa eksis tanpa harus memiliki sosok setengah dewa. Dan ini perlu untuk membangun demokrasi yang sehat,  dan berkesinambungan. Tidak harus selalu bergantung kepada figur seseorang,  tetapi siapapun yang menjadi pemimpin harus mampu membawa organisasi untuk kemajuan.Â
Golkar sudah menyadari kekeliruannya, ketika sebelum dipimpin Setya Novanto, mereka berupaya habis-habisan menokohkan ARB dan membuatnya supaya berkharisma. Namun fakta berbicara, Golkar gagal jika harus meniru partai lain. Golkar tetaplah Golkar dan tidak bisa menjadi partai lain. Akhirnya, Golkar sadar akan kekeliruannya dan segera bangkit dan bergerak cepat mengejar ketertinggalannya. Dan sekarang, Golkar sudah berada di depan. Jauh, bahkan dengan PDIP sekalipun.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI