Orang yang sudah terbiasa nyaman biasanya tidak menyukai perubahan. Perubahan menjadi sesuatu yang mengusik kenyamanan. Banyak hal yang sudah biasa menjadi tidak biasa. Demikian juga sesuatu yang biasanya bisa, menjadi tidak bisa. BegItulah jika terjadi perubahan. Banyak hal harus dirubah dan berubah. Andai berubah menjadi lebih mudah dan menyenangkan mungkin tidak masalah, namun ketika berubah menjadi tambah sulit dan susah, ini menjadi masalah.
Dulu dapat proyek gampang. Dulu uang sampingan mudah. Dulu minta sumbangan tidak susah, dulu minta jatah bisa, dulu nitip fee gampang. Dulu  mark up bisa, ngatur ini itu gampang. Dulu.... dulu... dulu.. entah dulu apa lagi.  Beda dengan sekarang, jangankan yang halal, yang haram saja susah dapatnya. Begitulah kata banyak orang dalam menyikapi perubahan di masanya Pak Jokowi. Tidak sedikit dari mereka yang mengatakan hal itu,  tadinya juga memilih pasangan Jokowi-Jk di pilpres 2014, tentu dengan ekspektasi kehidupan dan keadaan akan bertambah mudah. Namun ternyata sebaliknya.
Bagi golongan menengah, situasi ini  paling terasa, karena hampir semua subsidi dipangkas. Listrik, BBM, Gas, dan apa lagi,  semua tambah mahal. Sementara, penghasilan tidak bertambah,  dan pengeluaran juga tidak berkurang. Ikat pinggang sudah berapa kali dikencangkan, namun tetap  molor juga. Entahlah, harus berbuat apa lagi. Andai Pak Jokowi mengerti keadaan ini.
Entahlah,  siapa yang harus disalahkan dengan keadaan ini. Ada juga sih yang berkata, " Ada kok yang  berhasil, kok mereka bisa kamu tidak?" Persoalannya, tidak semua orang itu sama, andai semua orang sama entahlah seperti apa kejadiannya. Kemarin saja menjelang lebaran, ketika banyak orang yang memiliki pikiran yang sama untuk keluar di Brebes Timur,  langsung macet tak karuan. Gimana pula kalau semua orang sama-sama memilih keluar di Brebes Timur waktu itu? Tentu, setiap orang tidak sama dalam hal peluang, waktu , mood, kesiapan dalam mengelola dan menyikapi keadaan, sehingga baju yang pas dipakai seseorang belum tentu pas jika dipakaikan pada orang lain.Â
Lantas mau bagaimana lagi? Memang beginilah keadaannya.
Sudahlah, tidak perlu meratapi keadaan. namanya perubahan perlu penyesuaian, setidaknya untuk sementara waktu, sampai keadaan menjadi lebih baik.
Menyalahkan Pak Jokowi juga tidak lantas mengubah keadaan. Yang ada hanya menambah kekesalan dan mengacaukan ketenangan pikiran. Apalagi berkhayal yang menjadi presiden adalah yang lain. Itu juga tidak akan mengubah keadaan, justru bisa merusak akal sehat dan pikiran. Mendemo Pak Jokowi juga percuma. Itu juga tidak akan mendatangkan perubahan yang bisa mengubah keadaan.Â
Melihat wajah Pak Jokowi saja langsung timbul keengganan untuk menimpakan kesalahan ini kepada beliau. Tidak sedikitpun terlihat bahwa ia mementingkan diri sendiri dan keluarganya.  Terlihat,  guratan letih di wajahnya  menandakan ia banyak beban, banyak pikiran. Namun selalu ada senyuman, pertanda ia  memiliki pengharapan.
Lalu, harus bagaimana dong?
Beginilah keadaanya, inilah situasinya. Hadapi dengan pikiran tenang tanpa menyalahkan keadaan. Lihat sekeliling!  Apa  yang masih ada, apa yang masih bisa. Mari kelola dan usahakan dengan bertekun, dan jangan pernah putus pengharapan!
Selalu ada peluang bagi mereka yang memiliki pengharapan, apapun keadaannya. Percayalah, kita bisa mengubah keadaan.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H