Mohon tunggu...
Ompung Godang
Ompung Godang Mohon Tunggu... Penulis - Penulis dan Pemerhati Masalah Sosial dan Pendidikan

Menulis, traveling, Dunia Sosial dan Pendidikan menjadi observasi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mengenal Tradisi Kawin Lari Di Halak Batak

26 Januari 2025   02:00 Diperbarui: 25 Januari 2025   14:55 25
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
( Sumber dari dokumen publikasi ini tradisi kawin lari IDN Times Sumut.com )

Di halak batak tradisi kawin lari merupakan sebuah tindakan nekat pasangan naposo ( muda mudi ) Batak untuk menikah di luar adat karena tidak mendapat restu dari dan atau sepihak orangtua. Hal ini terjadi karena beberapa hal seperti biaya pernikahan yang sangat mahal, meringkas kegiatan adat, tidak mendapat restu dari orang tua, faktor ekonomi, dan lain lain. Dalam adat batak toba kawin lari diistilahkan dengan mangalua, sedangkan di Tapanuli Selatan, Padang Lawas, Padang Lawas Utara, Kota Padang Sidimpuan, dan Mandailing istilah kawin lari adalah marlojong. Memang pada dasarnya tradisi kawin lari ini kurang disetujui masyarakat batak karena merupakan jalan pintas menghindari beban adat yang ada.

Namun penyelesaian pernikahan tradisi kawin lari ini harus dengan tindakan bijaksana yaitu musyawarah/mufakat dari semua pihak yang dapat menyelesaikan semua permasalahan yang timbul. Prinsip penyelesaian yang ada pada batak angkola dan mandailing adalah mago pahat mago uhuran, di toru ni ragi ragi, mago adat tulus aturan, anggo dung mardomu tahi yang berarti hilang pahat hilang ukuran, di bawah adanya urat, hilang adat hilang aturan, kalau sudah bertemu mufakat. Molo di halak batak toba menggunakan tata aturan " sai marangkup do na uli, mardongan do na denggan, on pe di paboa ampara niba ma tangkas siangkupna, songon na handul, sidongannna songon na mardalan " yang mengandung maksud " menanyakan apakah maksud kedatangan mereka atau pihak paranak atau lelaki tersebut. Biasanya pembicaran itu diwakili oleh abang dari ayah si perempuan, tetapi sebelum pihak paranak menjawab, terlebih dahulu diberi kesempatan kepada dongan sahuta. "

Namun pada akhirnya terjadi kesepakatan antara pihak orang tua laki laki dan keluarga anak perempuan untuk merestuinya walaupun dengan berat hati dan telah melanggar aturan adat masyarakat batak yang telah ada selama ini dengan dasar menyelesaikan dengan musyawarah dan mufakat antara kedua belah pihak.

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun