Semakin marak mencuat dari dunia pendidikan khususnya pesantren kasus kekerasan terhadap santri. Mulai dari kekerasan seksual yang dilakukan para ustadz terhadap santrinya, kekerasan hukuman terhadap santri baik dari pengelola pesantren dan para ustadz pengasuh santri di pesantren, kekerasan yang dilakukan senior santri di pesantren, dan lain lain. Tentunya hal ini mencoreng dunia pendidikan khususnya pesantren. Pertanyaannya, apakah ini merupakan potret pendidikan di Indonesia yang mulai menympang dari tujuan pendidikan pesantren yang diajarkan para pendahulu seperti KH Hasyim Asy'ari, KH Ahmad Dahlan, KH Al Mustofawiyyah, dan lain lain.
Perlu diketahui oleh kita bahwa pesantren merupakan pusat pembinaan sikap dan karakter seorang satri agar dapat terjum dalam lingkungan masyarakat dengan baik dan berakhlaqul kariimah. Kita ingatlah bahwa Rasulullah saw diutus keduniia ini adalah untuk memperbaiki akhlaq manusia. Dan sebagai catatan bahwa pesantren merupakan sarana pembinaan mental spiritual santri dan para pengelola tidak boleh bertujuan bisnis semata namun membantu masyarakat dengan baik. Kembalikanlah tujuan pembinaan dan penanaman prilaku dan akhlaqul kariimah seorang siswa dengan bimbingan para ustadz.
Lihat saja pembiasaan prilaku santri  sehari-hari juga merupakan metode efektif dalam pendidikan karakter. Para santri dibiasakan untuk melakukan tindakan-tindakan positif seperti shalat berjamaah, membaca Al Qur'an setiap hari, serta melakukan dzikrullah dan doa bersama. Kebiasaan ini membentuk disiplin dan ketahanan mental yang kuat, dua aspek penting dalam karakter seseorang. Dengan menerapkan kebiasaan baik secara konsisten, pesantren berupaya membentuk karakter santri yang tidak hanya unggul dalam pengetahuan agama tetapi juga memiliki akhlak mulia dan keterampilan sosial yang baik.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H