Tentunya masyarakat batak  tidak dapat dipisahkan dari sistem kekerabatan yang sangat erat. Dimana kekerabatan tersebut mengikat dalam ruang sosio kultural dan etika fungsional kehidupan. Sistem kekerabatan itu diatur dalam satu ruang filosofis bernama Dalihan Na Tolu. Dalihan Na Tolu secara sederhana dipahami sebagai "tungku yang berkaki tiga". Dimana didalamnya terdapat nilai utama yang diusung adalah keseimbangan hidup dengan mengenyampingkan perbedaan jabatan dan pekerjaan serta status sosial seseorang.
Bila kita lihat filosofinya maka D alihan Na Tolu terdiri dari somba marhulahula, elek marboru, manat mardongan tubu. Dimana terdapat salah satu logika berpikir mengapa Dalihan Na Tolu memegang teguh prinsip keseimbangan yang mutlak. Tentunya hal ini dipengaruhi oleh posisi  semua marga pada saat yang bersamaan memiliki posisi yang sama di masing-masing relasi. Marga tertentu yang menjadi hulahula pada saat yang sama bisa menjadi boru di marga yang lain dan tentu saja semua pihak memiliki teman semarga.
Begitu kentalnya filosofi hata " Somba Marhula hula, Elek Marboru, Manat Mardongan Tubu" sehingga sistem kekerabatan masyarakat batak sangat ditentukan  oleh Dalihan Na Tolu. Tentunya upaya pelestarian yang terus dilakukan, masyarakat batak sangat berharap agar Dalihan Na Tolu tetap hidup dan menjadi warisan budaya yang tak hanya dilestarikan di tanah batak. Namun dapat menjadi teladan bagi seluruh masyarakat Indonesia dalam membangun kehidupan yang harmoni dan saling menghormati. Horas Ma Hita Sude Di Saleleng Ngoluon. On Ma Budaya Dohot Budaya Ni Halak Hatak. Marsada Tahi Ma Hita Unang Sai Marbada Asa Tiur Ngolutta.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI