Apa yang kurang gaduh di negeri ini? Begitu seringnya beragam isu diperdebatkan secara liar, masyarakat semakin terbiasa 'hidup' dalam kesesatan informasi dan kehilangan arah dalam memahami substansi. Kita sudah terlalu sering menghabiskan waktu dan energi untuk berputar-putar di ''pinggiran'' dalam perdebatan mengenai sebuah isu.Â
Padahal modal interaksi sesama penuh harmoni, dan bernegara dengan visi yang maju, membutuhkan akal sehat. Perbincangan harusnya merujuk pada inti. Masyarakat harus diajak untuk perlahan, bahkan jika perlu lebih cepat, membiasakan diri melek persoalan. Syukur-syukur mampu berpikir dan mengajukan pemikiran dengan argumen jelas, substansial, tidak parsial dan kategoris.Â
Apa sih berpikir kategoris itu? Sederhananya, ketika kita melihat dan marespons sesuatu hanya berdasarkan kategori, termasuk misalnya, dari siapa itu lahir. Respons kita tidak tidak didasarkan pada substansi sesuatu, mengujinya secara mendalam, tapi lebih pada misalnya, kecurigaan pada 'siapa' di balik sebuah produk ide.Â
Apakah curiga, atau waspada pada 'siapa' pencetus ide salah? Tidak juga. Tapi sikap ini bisa menjadi persoalan ketika kita terjebak dalam kecenderungan berlebihan dan lupa untuk melakukan sejumlah langkah yang memungkinkan hadirnya pencerahan.Â
Itulah yang kita lihat dalam kontroversi RUU Omnibus Law Cipta Kerja (Ciptaker) akhir-akhir ini. RUU Omnibus Cipta Kerja merupakan terobosan tepat dan strategis untuk percepatan pembangunan nasional: perluasan industrualisasi, penciptaan lapangan kerja dan peningkatan taraf kemakmuran nasional.Â
Jika disetujui dan dilaksanakan, RUU ini akan mampu mendorong Indonesia keluar dari "jebakan negara pendapatan menengah" (middle income trap) dalam waktu cepat.Â
Setidaknya ini yang bisa kita tangkap dari pemerintah ketika mengagas dan menyusun RUU yang merupakan gabungan sejumlah undang-undang ini. Tetapi, RUU Omnibus Law Cipta kerja yang baru disampaikan ke DPR RI, dan bahkan belum dibahas, sudah memantik kontroversi dan reaksi penolakan dari berbagai pihak.Â
Tidak semua reaksi negatif dan kontroversi tersebut memiliki dasar yang kuat, akurat dan bertanggungjawab. Sebagian pihak bahkan bereaksi akibat kesalahpahaman dengan merujuk pada informasi yang sama sekali berbeda dengan materi RUU Cipta kerja. Â Â
Alih-alih ada upaya bersama dari kalangan terkait, baik pemerintah maupun DPR untuk memberi penjelasan, sosialisasi dan memahamkan masyarakat secara akurat dan obyektif, banyak pihak di level elite saat ini justru sibuk dalam perdebatan mengenai sebagian dari draft RUU ini.Â
Perdebatannya panas. Bahkan kemudian memicu aksi massa di tingkat bawah. Kecemasan seolah menebar, atau sengaja ditebar oleh sejumlah pihak (?) atas sesuatu yang masih dalam proses.Â
Ingat, ini RUU, Rancangan undang-undang. Sebuah rancangan dihadirkan memang untuk dibahas dan dikoreksi. Draft-nya belum lama dirilis dan diserahkan kepada DPR. Masih proses. Kelemahan di sejumlah tempat, sudah selayaknya dikritisi dan didiskusikan.Â