Mohon tunggu...
Haryadi Yansyah
Haryadi Yansyah Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penulis

ex-banker yang kini beralih profesi menjadi pedagang. Tukang protes pelayanan publik terutama di Palembang. Pecinta film dan buku. Blogger, tukang foto dan tukang jalan amatir yang memiliki banyak mimpi. | IG : @OmnduutX

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Ketimbang Somasi, Perusahaan Minuman Teh Mending Lakukan Ini untuk Menanggapi Komplain Pembeli

26 September 2022   11:36 Diperbarui: 27 September 2022   19:08 1391
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perusahaan ini bisa unggah foto ini sambil bilang "bisa coba produk lainnya kak" sumber gambar SS dari twitter @ismailfahmi

Beberapa hari lalu, jagat twitterland dihebohkan oleh salah satu cuitan/tweet yang mengeluhkan kalau minuman yang ia beli terlalu manis.

Si pemilik akun Twitter ini menggunakan bahasa yang kasar. Saya sepakat soal itu. Dan tidak membenarkan cara yang ia lakukan untuk mengkritik dan memberi masukan terhadap produk yang ia beli.

Lengkap tweetnya dapat di lihat di bawah ini

Sumber gambar dari akun twitter @txtfrombrand
Sumber gambar dari akun twitter @txtfrombrand

Tweet itu lantas mendapatkan banyak respons. Ada pro dan kontra. Sebagian lebih menyoroti cara dia menyampaikan kritikan dan langsung balik menyerang si pembuat tweet, sebagian lagi lebih fokus ke maksud dari tweet tersebut dan turut mengamini kalau minuman yang dimaksud memang terlalu manis.

Kehebohan itu rupanya sampai ke telinga penjual. Perusahaan minuman itu memberi respon jika tweet itu sudah sampai ke bagian tim legal mereka. Tak lama, tweet itu dihapus. Dan selang beberapa saat mengeluarkan somasi kepada si pembuat tweet.

Wah, reaksi netizen semakin ramai atas kejadian ini. Sekilas dan menurut pendapat saya pribadi, orang-orang kini lebih pro kepada si pembuat twit tersebut dan mulai menyerang ke perusahaan minuman tersebut karena menganggap kejadian itu tak perlu sampai membuat tim hukum mereka turun tangan.

Meme mulai bermunculan. Akun-akun besar pun mengangkat kejadian ini dalam karya mereka. Misalnya saja @komik.grantol yang langsung membuat komik strip dari kejadian tersebut.

Sumber gambar fanpage FB Komik Grontol
Sumber gambar fanpage FB Komik Grontol

Sekali lagi, saya tidak membenarkan kritikan yang disampaikan dengan bahasa kasar seperti itu. Namun, jika berada di posisi perusahaan, alih-alih memberikan somasi yang mana hal ini malah bikin perusahaannya banyak dihujat, maka saya akan melakukan hal-hal ini untuk menanggapi kritikan yang dibalut cacian itu.

Balas Tweet dengan Elegan

"Apakah twit itu mempengaruhi penjualan produk?"

Jawabannya bisa iya, bisa tidak. Saya berusaha netral dan "berkaca" kepada orang-orang di sekitar saya. Sejak dulu saya memang tidak suka makanan dan minuman manis. 

Jangankan produk minuman yang dijual oleh perusahaan itu, minuman botolan yang dijual oleh minimarket saja jarang beli. Jikapun minum minuman manis, paling banter kalau beli bakso saya pesan es teh atau es jeruk. Itu pun dengan pesan, "gulanya secuil aja."

Nah, orang-orang di sekeliling saya kebanyakan suka makanan dan minuman manis. Nah orang-orang kayak gini sih, tentu saja gak pengaruh dengan twit itu. Sebab, semakin manis malah semakin suka.

Dibandingkan memberi somasi, saya pikir perusahaan minuman itu dapat membalas twit tersebut dengan lebih elegan dan bijak. Bagaimanapun, orang tersebut adalah konsumen mereka yang sudah mengeluarkan uang dengan membeli produk mereka.

Sebagaimana yang disampaikan oleh para netizen ini, bahwa ada perusahaan-perusahaan yang sering mendapatkan komplain di sosmed namun selalu menanggapi dengan baik. Nah, kenapa perusahaan minuman ini tidak memakai cara yang sama?

Sumber gambar dari twitter.com
Sumber gambar dari twitter.com

Dengan membuat twit seperti, "Terima kasih sudah membeli produk kami. Masukan yang bapak berikan sangat berarti bagi dan akan kami jadikan bahan evaluasi ke depan."

Jika masih dirasa kurang, perusahaan dapat pula membuat twit lainnya berupa, "Kami terbuka dengan segala kritikan dan masukkan yang disampaikan dengan baik. Kritik dan saran dapat disampaikan di sini." Sambil perusahaan ini memberikan nomor kontak mereka. Bisa lewat no.WA, form keluhan di situs mereka atau juga alamat email.

Secara tidak langsung perusahaan sudah ngasih tahu: bisa loh kalau mau kritik itu dilakukan dengan cara yang baik. Bisa juga keluhannya disampaikan lewat jalur pribadi ke WA, form atau email sehingga lebih tepat sasaran dan keluhan dapat tersampaikan ke manajemen.

Namun, cara ini harus didukung juga dengan respon yang cepat. Idealnya sih menurut saya, keluhan lewat WA, form, DM di sosmed atau email itu harus ditanggapi maksimal 1x24 jam!

Jadikan Kesempatan untuk Promosi

Dulu, waktu kerja di bank, saya pernah mendapatkan keluhan seputar uang kembalian receh yang kadang tidak tersedia. Oleh perusahaan, kami diajari untuk menanggapi keluhan itu sebagai jalan untuk berjualan.

"Mohon maaf bapak/ibu, apa bisa kami daftarkan mobile bankingnya sekalian? Biar untuk ke depan, bapak ibu bisa bertransaksi secara online, atau juga dapat didebit pakai kartu debit sehingga nominalnya terpotong sesuai apa yang akan disetorkan."

Ya, waktu itu penggunaan mobile banking emang masih sedikit. Orang maunya setor harus ke cabang (ATM setor tunai aja belum ada). Jadi, kalau nemu nasabah yang ngomel soal uang kembalian, biasanya langsung saya arahkan untuk didaftarkan mobile/internet bankingya ke CS. Jelas ini menguntungkan bagi kedua belah pihak.

Sebagai nasabah mereka mendapatkan opsi yang lebih baik, dari sisi bank juga kemudahan nasabah jelas dapat menyokong makin seringnya transaksi lewat bank juga, kan!

Perusahaan ini bisa unggah foto ini sambil bilang
Perusahaan ini bisa unggah foto ini sambil bilang "bisa coba produk lainnya kak" sumber gambar SS dari twitter @ismailfahmi

Nah, balik lagi ke soal minuman teh itu. Bisa banget itu perusahaannya membalas twit tersebut dengan ucapan terima kasih karena sudah membeli, lalu minta maaf karena rasanya tidak cocok di lidah ybs sekaligus bisa menawarkan produk lain!

Perusahaan itu bisa mengunggah poster berisi varian minuman lain dengan embel-embel, "bagi yang tidak terlalu suka manis, bisa coba varian minuman A, B atau C. Kami tunggu kehadiran bapak/ibu lagi di tempat kami."

Ya semacam itulah. Jadi yang protes juga bisa mikir, "oh ya juga ya, jangan-jangan produk yang lain gak semanis yang ini."

Atau di kesempatan yang sama, perusahaan ini bisa infokan kalau petugas di lapangan dapat diberitahu jika pembeli dapat request porsi gulanya dapat dikurangi. Ya seperti yang biasa saya lakukan di warung bakso, tinggal bilang ke abangnya, "gulanya sedikit aja!"

Ajak Kolaborasi!

Pernah dengar jargon, "bad news is good news?" Soal ini sih saya tak sepenuhnya setuju ya. Tergantung kondisinya.

Tapi, dalam hal kasus pembeli Vs perusahaan minuman ini, bisa banget loh apa yang sudah viral dan sebelumnya dianggap negatif oleh perusahaan dapat dibalikkan menjadi hal positif yang tentu saja akan menguntungkan perusahaan itu sendiri.

Saya sih kepikiran ya, si pembuat twit dapat dikontak, dihire secara baik (dan tentu saja dibayar secara pantas), untuk diajakin kolaborasi. Bisa dengan bikin konten bareng, bikin video, atau bahkan iklan, gimana caranya perusahaan ini bisa bikin pengunjung seneng.

Keterangan video youtube: Tak sedikit yang menganggap aksi fashion show jalanan itu mengganggu. Di tangan yang tepat, mereka malah diajak kolaborasi di panggung fashion show betulan.

Ya, diajakin ngeracik minuman sendiri, trus dibuat klasifikasi tingkat kemanisannya, dsb. Jadi, untuk minuman jenis yang sama, bisa dibikin 2 atau 3 tingkatan manisnya. Ya sama kayak kalau kita beli steak-lah. Dagingnya sama, cuma tingkat kematangannya dapat disesuaikan dengan keinginan pembeli.

Kalau si pembuat twit tidak berkenan diajakin kerjasama (ntah karena udah kadung malu, udah maki-maki eh malah dibaikin), ya bisa ajak calon pembeli lain. Atau emang bikin video dengan jasa pembuat video profesional.

Intinya, bisa bangetlah kritikan (yang dibalut cacian) itu dapat dibalikkan untuk dijadikan amunisi oleh perusahaan. Tinggal kreatifitas timnya aja yang harus dimaksimalkan. Lagian, sangat mungkin loh ada orang yang tadinya gak tahu sama perusahaan minuman ini karena viral maka jadi penasaran dan ingin buktikan langsung, "apa iya minuman ini manisnya setara gula 3 kg?"

Pelajaran di Balik Kejadian Ini

Ada banyak hal yang dapat dijadikan pelajaran dari kasus ini tergantung sudut pandang mana. Di Twitter, ada tuh yang kasih info kalau satu minuman di perusahaan itu rupanya mengandung 31 gram gula atau setara 7,75 sendok teh gula! 

Jelas ini jumlah yang besar. Dari segi kesehatan juga gak bagus sebab dapat menyebabkan obesitas dan penyakit penyerta lainnya. Di sisi ini, mulai banyak juga yang sudah aware bahayanya minuman manis.

Sumber gambar dari akun twitter @ismailfahmi
Sumber gambar dari akun twitter @ismailfahmi

Dari sisi pengguna sosial media, kita juga disadarkan lagi bahwa harus bijak menyampaikan uneg-uneg di sosmed itu.

Kritik boleh, tapi sampaikan dengan cara yang baik. Bagi sebagian orang, mungkin menggunakan kata "anjing" atau "tai" itu biasa (apalagi kalau konteksnya bicara langsung).

Tapi gak semua orang dapat menerima kata itu sebagai ekspresi lebay dan menganggap itu sebagai hinaan. Maka, biasakan untuk menyampaikan kritikan kata-kata yang sopan, ya!

Lalu, apa yang dapat kita pelajari lagi dari kejadian ini? Kalau saya sih, cara handling complaint satu perusahaan juga keliatan. Lagi-lagi, saya merasa pemberian somasi itu tidak tepat.

Dengan cara ini, perusahaan seolah-olah ingin menunjukkan kesuperiorannya. Padahal, walaupun mungkin si pembuat twit ini bukan konsumen loyal dan tanpa peran sertanya membeli minuman perusahaan tetap jalan, tapi apalah jadinya perusahaan besar tanpa konsumen kecil itu.

Saya pribadi dikenal sama temen-temen sebagai tukang protes. Bahkan kanal Kompasiana ini sering saya jadikan sebagai jalan saya untuk menyampaikan keluhan.

Tapi, saya berusaha melalukannya dengan baik. Dan, sebetulnya tidak semua keluhan juga langsung saya sampaikan lewat sosial media. Jika menemukan jalur kontak pribadinya, maka saya akan pakai cara itu terlebih dahulu.

Jadi, kedua pihak dapat mencapai tujuannya masing-masing. Dari segi konsumen saya ingin keluhan saya didengarkan dan permasalahan saya dapat ditanggulangi, namun dari segi perusahaan pun dapat menerima keluhan itu dan fokus mencari jalan keluar tanpa harus menghadapi keluhan masif yang terjadi karena mereka salah jalan dalam merespon keluhan dari konsumen.

Penulis bagian dari Kompasianer Palembang
Penulis bagian dari Kompasianer Palembang

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun