Pelanggan melayani cuci sendiri dengan cara memasukkan koin ke mesin laundry seperti yang pernah dia lihat di negara-negara barat. Sehingga usaha ini sulit ditiru oleh orang lain.
Tentang peluang orang berduit masuk ke usaha tersebut dia sanggah demikian, belum tentu setiap orang berduit mau berkecimpung di bidang usaha laundry segmen premium untuk sebuah kota seukuran kota satelit ibukota propinsi.
Berikut sebuah kalimat yang paling menohok yang dia sampaikan di sela-sela melayani potong rabut pelangan:
"Usaha manusia itu hanya satu persen (1%), sisanya Allah yang berikan, ya sudah saya pasrah saja yang penting ikhtiar"  imbuhnya, sambil menyemprot air ke  rambut pelanggan supaya lebih mudah disisir dan dipangkas.
Luar biasa, penulis tidak mengira dan sedikit tersentak mendengar rangkaian kata-kata yang disusun tadi, meski menurut pengakuan Mat Delon hanya mengenyam pendidikan formal hingga Madrasah Tsanawiyah atau setara dengan SMP, namun pola pikir dan jiwa entreprenurnya sungguh luar biasa.
Baiklah kita sudahi dulu pembicaraan penulis demgan Mat Delon soal usaha konglomerasinya.
*****
Kembali ke tema utama usaha potong rambut Mat Delon.
Awal membuka usaha potong rambut tahun 2010 berbarengan setelah dua tahun pernikahannya dan selepas keluar dari tempat kerjanya yang lama sebagai tukang potong rambut, lebih tepatnya kata dia tempat "magang" sebagai profesional tukang potong rambut.
Sebelum kelupaan penulis sampaikan tentang cikal bakal Mat Delon hingga sampai di kota ini.
Selepas sekolah di Madrasah Tsanawiyah tahun 2005 Mat Delon merantau ke tempat saudaranya untuk membantu sekaligus belajar menjadi tukang potong rambut, yang telah tadi penulis ceritakan di awal.