Jumat, 13 September 2013, di Gedung Serba Guna Desa Gabus Pati, Jawa Tengah, menjadi saksi akan sebuah aksi. Komunitas Sang Swara yang berasal dari Kota Kudus, menggelar konser tunggal yang bertajuk “Rindu Swara.” yang merupakan sebuah agenda kedua setelah pementasan pertamanya dilaksanakan seminggu sebelumnya di Aula Universitas Muria Kudus.
Tepat pukul 19.30 WIB, sekumpulan pemuda berpenampilan serba hitam itu tampak percaya diri memasuki panggung. Sebaris tulisan Sang Swara pada kaos yang dikenakan menjelma menjadi semacam mantra yang menguatkan. Segera, masing-masing personil menuju peralatan. Lampu halogen mulai nyala. Disusul dengan terangnya lampu warna merah. Tampak beberapa alat musik seperti rebana, jimbe, marawis, maracas, gitar akustik elektrik, floortom dan gitas bass. Ada sebuah keraguan, mengingat masing-masing personil berusia muda, ganteng dan berdandan rapi. Kotras bersanding dengan peralatan yang tergelar.
Masih, tidak ada kata maupun pergerakan. Hanya geliat yang berasal dari silluete panggung belakang sedang mengangkat sebuah kursi. Tokoh itu adalah seorang eksekutif muda yang berjalan gontai dan kesakitan. Kemudian Ia bersajak,
“Masih jua gemuruh hidup datang dalam rupa gilotin
Meskipun harta tahta sanggup kukangkangi
Sanggup kumaini
Tapi mana bahagia itu Tuhan
Rutinitas absurd, jemu menunggu jemu menggangu
Penyakit keparat, membuat berkarat
Wahai Gagak hitam: Kematian
Nampakkan dirimu
Singgah dan tusuklah jantung ini
Lebamkan, remukkan sesukamu.”
Alunan koor pun ditembangkan untuk menggiring suasana sunyi. Dari perlahan jadi semakin menguat. Dengan didukung munculnya seorang perempuan yang berdandan serupa burung, lagu pertama yang berjudul Burung Gagak pun dimainkan. Lagu ini yang bercerita tentang betapa lemah dan mudahnya manusia pascamodern menyerah pada salah satu keadaan meski usaha maksimal belum dilakukannya.
Selesai dengan lagu pertama, pembacaan sinopsis lagu kedua dibaca oleh Arfien AM –selaku lead vocal. Lagu kedua tersebut bercerita tentang perang. Peperangan yang terjadi di berbagai belahan dunia yang acapkali dilandasi oleh nafsu dan keyakinan semu yang kadang memerahkan mata, bahkan membutakan mimpi. Bunga Bangkai, demikian judul lagu tersebut dimainkan. Diawali petikan gitar ala pentatonis. Suasana panggung mengerucut dengan totalitas penampilan masing-masing personil Sang Swara. Deru rebana, marawis, dan jimbe berhasil menyihir penonton untuk khidmat. Kemudian lagu-lagu lain juga secara apik disajikan oleh komunitas ini. Gembelisasi Global, Dulur Sikep, Kalinyamat, Dimana Jawab, Rindu Cahaya, Aku Harus, Nusantara, dan ditutup dengan lagu terakhir yang berjudul Aku Tak Ingin.
Diakui atau tidak, musikalitas mereka masih sederhana. Namun ditilik dari performance, kandungan lirik, dan pilihan nada lagu, mereka benar-benar menggarapnya dengan serius. Tema lagu yang diusungnya pun cenderung jarang diangkat oleh kelompok lain. Semisal lagu Kalinyamat yang digarap berdasarkan kekaguman mereka terhadap semangat Sang Ratu Kalinyamat. “Lumrahnya, seorang perempuan akan terjebak dalam kesedihan berlarut-larut setelah ditinggal mati kekasihnya. Namun lain dengan ratu ini. Ia bisa bangkit dari keterpurukan, bahkan sebuah kebangkitan yang mampu menanduk.” Ujar Ommie selaku wakil personil Sang Swara yang lain.
Ya, meski berusia muda, semangat dan kreativitas mereka patut diapresiasi. Mengingat deru dan serbuan budaya-budaya pop yang melanda kaum muda pada umumnya, mereka berani tampil beda. Berani untuk mengawinkan alat tradisional dan modern hingga menjadi sajian pertunjukan musik yang ritmis, harmonis bahkan berkesan magis. Pula penambahan gerak-gerak teatrikal sepanjang lagu tersebut berlangsung tentunya bukan satu langkah mudah dan main-main. Dibutuhkan keseriusan, kedisiplinan, kemauan keras dan stamina yang baik untuk mewujudkannya. Hal ini, jarang disentuh oleh kelompok sejenis.
Komunitas Sang Swara ini beranggotakan Ommie Monthie (backing vokal, guitar), Laneno M (backing vocal, bass), Arfien AM (lead vocal), Fakhruddin Coco, Dian, Syamsu Ma’arif, Aditya, F.Kurniawan Gipong (percussion), Kyuda (Lead Guitar), Anto & Sekar A Jaturampe (Performance) yang berdiri semenjak tahun 2008.
-TB Jaturampe-
Penikmat dan pemerhati musik di Kota Kudus
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H