PLTP atau pembangkit listrik tenaga panas bumi, mungkin masih belum familiar di benak kita. Namun sebenarnya pembangkit listrik ini merupakan produk teknologi yang sudah lama diterapkan di Indonesia. Ini mungkin yang menjadi sebuah informasiyang mengejutkan, saat kami siswa-siswi MAN Insan Cendekia Serpong melakukan kunjungan ke PLTP Kamojang pada Rabu, 24 April  kemarin .PLTP Kamojang sendiri merupakan PLTP pertama di Indonesia. PLTP ini sudah beroperasi sejak 1983, sekitar 30 tahun yang lalu dan bukan merupakan hal baru.
Pemanfaatan panas bumi untuk pembangkit listrik sendiri sudah ada sejak zaman belanda pada awal abad 20-an. Belanda terinspirasi oleh pembuatan PLTP pertama di dunia yang dibangun di Itali. Karena Belanda tahu mengenai potensi panas bumi di Indonesia dibangunlah PLTP di lokasi yang sama yaitu di Kamojang.
Sekarang sisa-sisa peninggalan Belanda tersebut dapat dilihat di TWA (Taman Wisata Alam) Kamojang. PLTP tersebut sendiri telah menjelma menjadi salah satu kawah di TWA tersebut yang dinamakan kawah kereta api. Disana pengunjung dapat menonton atraksi perubahan nada suara kereta api yang dihasilkan oleh kawah dengan menggunakan sebongkah bamboo. Pengunjung juga dapat menikmati aksi lempar-lempar kantong plastik ke kawah yang akhirnya akan terbawa arus uap air.
PLTP Kamojang ini dikelola oleh PT.Indonesia Power sebagai anak perusuhaan PLN. Pembangunannya sendiri melibatkan investor dari Jepang. Tak heran bila kebanyakan komponen PLTP ini terlihat berlabel buatan Jepang seperti generator PLTP yang bermerek mitshubishi. Investasi PLTP Kamojang ini tidak terbilang murah karena untuk 1 kW diperlukan investasi $15000. Sementara, PLTP Kamojang sendiri mempunyai kapasitas untuk memproduksi 140000 kW per jam. Harga ini tidak sebanding dengan harga jualnya yaitu Rp 2500 per 1 kW kepada PLN lalu disubsidi PLN menjadi Rp 600 ketika di jual ke masyarakat. Sehingga untuk balik modal sangatlah lama. Hal inilah yang menjadi hambatan utama perkembangan PLTP.
Sebelum uap mencapai turbin terlebih dahulu disaring. Dari penyaringan ini diperoleh uap air murni tanpa ada residu. Setelah tersaring uap air akan diatur tekanan dan volumenya terlebih dahulu dan disesuaikan dengan kebutuhan. Uap air yang berlebih akan dibuang. Setelah uap air sesuai dengan keadaan yang dibutuhkan akhirnya uap air akan dialirkan ke turbin untuk memutarnya dan dihasilkan listrik.
Setelah memutar turbin, uap air ini didinginkan agar berubah bentuk menjadi air kembali. Proses pendinginan dilakukan dengan konsep pendinginan direct dimana uap air langsung kontak dengan air dengan kata lain uap air disiram langsung dengan air. Kalau menggunakan konsep pendinginan indirect atau pendinginan tidak langsung diperlukan air yang berjumlah banyak. Oleh karena lokasi PLTP Kamojang jauh dari sumber air melimpah seperti laut PLTP Kamojang dalam pendinginannya menggunakan konsep pendinginan langsung. Dari pendinginan ini diperoleh air bersuhu 50C yang akan dialirkan ke cooling tower yang akhrinya akan diperoleh air bersuhu 30C. Air hasil pendinginan uap ini nantinya akan dimanfaatkan kembali dengan menyalurkannya kembali ke sumur-sumur uap yang kurang produktif agar meningkat produktifitasnya.
Diagram sumur uap
Walaupun merupakan barang lama pemanfaatan panas bumi di Indonesia belum maksimal. Dengan potensi 28000 mW, Indonesia baru dapat memanfaatkan 2000 mW. Masih ada 26000 mW lagi yang belum dimanfaatkan. Pemerintah sendiri sedang merencanakan proyek pembangkit listrik dari panas bumi sekitar 10000 mW. Semoga saja proyek tersebut cepat terealisasi dan menjadi suatu jalan untuk membangun ketahanan energi nasional dengan landasan sumber daya yang terbarukan dan ramah lingkungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H