Pedagang makanan, asesoris, kaos, batik, dll menjajalkan diri menarik minat yang melihatnya. Harganya yang terkenal murah meriah menjadi bagian lain yang membuat pejalan kaki sekedar melirik. “Kami salah satu yang tergoda ingin membeli kalian, tapi maaf, isi dompet kami pas-pasan.” Mungkin itu kata yang terpancar dari mata-mata 3 pelancong itu.
Mereka berlanjut, melintas cepat, berhenti sejenak, kemudian melaju kembali. Kenarsisan mereka memaksa ketiganya terus jprat-jepretkan kamera yang mereka bawa. Terik matahari mulai terasa, sang surya perlahan menunjukan keganasannya, tapi langkah kaki mereka tak mampu dihentikan.
Tepat didepan sebuah monument mereka sejenak berhenti, beristirahat, duduk dan menarik nafas panjang. Mereka menikmati sebuah bangunan megah saksi sejarah kota ini, sebuah monument yang berada satu kompleks dengan salah satu musium bernama benteng vredeburg dan bersebrangan dengan kantor pos pusat kota yogya.
Monumen yang ada didepan mereka itu dibangun untuk memperingati serangan para tentara Indonesia melawan penjajah Belanda pada 1 maret 1949. Di monument itu berdiri patung-patung para pahlawan yang gagah dengan penuh pesona keikhlasan dan ketulusan akan perjuangan dulu. Ukuran monument itu besar, terdapat enam patung, salah satu diantaranya berupa patung simbol yang sering terlihat dalam pewayangan.
“Cari tempat mandi yuk!!” Seru Adnan yang mulai merasa tidak nyaman dengan badannya yang sudah lengket.
“Iya betul, tapi dimana?? Sepanjang jalan tadi tak lihat tulisan ada wc umum.”
“Udah aja kita cari masjid” usul Tio.
Udin menghampiri seorang pedagang untuk menanyakan keberadaan masjid. Tak lama ia kembali menghampiri Adnan dan Tio yang hanya berdiri saja. “Katanya diujung jalan malioboro ini ada, tepatnya di alun-alun gitu.” Udin menjelaskan sambil menunjuk kearah selatan. Mereka pun melengos tanpa basa basi.
Etss,, tapi tak lama langkah mereka kembali terhenti, kali ini Tio menangkap sesuatu yang menarik. Pandangan Tio tertuju pada sebuah batu dengan arsitek candi berdiri ditrotoar. Saat dilihat seksama, ternyata itu merupakan sebuah monument lainnya di jalan malioboro. Dimuka monument itu terpampang sebuah piagam dari sebuah batu, ternyata itu adalah reklame piagam yang diberikan PBB kepada Indonesia yang menyatakan bahwa batik adalah budaya asli dari tanah Indonesia tertanggal 2 oktober tahun 2009 lalu.
Dan sesuatu yang lain yang menarik, jika diperhatikan disekeliling monument batik itu terdapat lampu-lampu penerangan jalan yang pada bagian bawahnya terdapat tumpukan batu yang dilamnya terdapat motif-motif batik. Tio, Adnan, dan Udin hilir mudik melihat-lihat dan membaca satu persatu. Kabarnya terdapat banyak motif batik disana.
“Ada 24 motif semuanya, seperti; ciptoning, gringsing, grompol, ksatriyan, kawung, parang, truntum, dan masih banyak lagi.” Kata seorang pedagang yang berada disekitar monument menjelasakan saat ditanya ketiga pelancong itu.