Mohon tunggu...
Deki Setiawan
Deki Setiawan Mohon Tunggu... Freelancer - Paruh waktu

Menunggu hujan reda

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kenapa Bermimpi Harus Setinggi Langit?

26 Juli 2016   15:11 Diperbarui: 26 Juli 2016   15:21 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Sejak duduk dibangku sekolah dasar hingga sekolah menengah atas kita pasti sering dihadapi dengan pertanyaan 'apa cita-cita kamu?' Atau mungkin ada yang sudah duduk diperguruan tinggi masih menghadapi pertanyaan tersebut? Banyak yang menjawab pertanyaan tersebut dengan harapan-harapan yang besar, dan saya yakin pasti kalian juga menjawab dengan jawaban yang sangat hebat, saya pun demikian. Ada yang bercita-cita menjadi dokter, ada juga yang bercita-cita menjadi sutradara, pilot, polisi bahkan ada yang bercita-cita menjadi presiden dll. Dan kita juga pasti sering mendengar ajakan agar kita bermimpi setinggi-tingginya 'kejarlah mimpi setinggi langit' itu menjadi kata populer yang tak lekang oleh waktu.

Pertanyaannya kenapa harus bermimpi setinggi langit? Dari kecil kita diajak untuk bermimpi hebat, diajak untuk bercita-cita sehebat-hebatnya. Ya pada dasarnya agar kita punya tujuan dalam hidup, tujuan apa? Cita-cita itu tadi. Menjadi sutradara, presiden, dokter dll. Untuk meraih itu semua secara otomatis seseorang akan melakukan hal lebih dalam hidupnya. Belajar, mengasah kemampuan diri, dll.

Sadar atau tidak ternyata banyak diantara kita yang menjadi seorang yang gagal karna harapan-harapan tinggi tersebut. Coba kita cari tahu apa cita-cita orang tua kita, walau tidak semua orang tua itu gagal dalam meraih cita-cita namun banyak sekali mereka-mereka berkerja tidak sesuai dengan cita-citanya dahulu. Bukan hanya orang tua kita saja, saudara, kakak, teman, atau mungkin kita sendiri yang mengalaminya.

Tak usah jauh-jauh membicarakan cita-cita yang tak kunjung tercapai, coba kita bahas tentang harapan kecil namun berarti besar untuk hidup kita. Banyak hal yang bisa kita dibahas sebenarnya, coba kita mulai dari urusan asmara. Soal asmara pasti kita memimpikan sosok seorang yang bisa dibilang nyaris sempurna, walaupun sebenarnya saya tidak tahu bagaimana sosok seorang yang sempurna itu. Tapi kenyataannya kita mendapatkan seorang yang bisa dibilang 'standar' tidak rupawan namun juga tidak jelek. Walau kadang ada saja seorang yang kita dapat itu bisa dibilang 'ok'.

Namun sadar atau tidak harapan tentang sosok seorang yang bisa ada disisi kita itu mengalahkan kenyataan. Berharap mendapatkan sosok seorang yang tinggi semampai, putih, pintar, bersih dan lain sebagainya. Ada saja salah satu ciri atau sifat yang kita inginkan itu tidak dimiliki oleh pasangan kita. Itu bagi saya merupakan suatu kegagalan, ya bisa dibilang kegagalan dalam keberhasilan. Kita mengharapkan sosok seorang yang tinggi, putih, rupawan, pintar dan dalam kenyataannya kita hanya mendapati sosok yang rupawan saja. Tidak terlalu pintar, juga tidak terlalu tinggi. Kita berhasil mendapatkan seorang yang kita inginkan namun tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan, 'gagal dalam keberhasilan'.

Awal saya sadar dengan hal itu ketika saya duduk dibangku perkuliahan kira-kira semester dua atau tiga. Banyak teman-teman kuliah saya memiliki expectation (wih sok inggris) tentang pencapaian mereka dibangku perkuliahan. Setiap semester mengharapkan mendapatkan nilai A untuk semua mata kuliah, dan kenyataannya kebanyakan mendapatkan nilai B. Bagi saya itu kegagalan, kegagalan dalam keberhasilan. Gagal karna tidak sesuai dengan harapan yang menginginkan mendapat nilai A yang kenyataannya hanya mendapatkan nilai B walau B itu bagus.

Berharap mendapatkan rumah mewah tapi kenyataanya biasa-biasa saja lah, berharap dapat mobil mewah kenyataannya mobil biasa lah, berharap kuliah negeri tapi dapatnya swasta lah dan lain sebagainya. Akhirnya saya membuat suatu cara agar bagaimana saya dapat merasa berhasil dalam pencapaian yang bisa di bilang biasa-biasa saja. Dan saya mencoba untuk mengharapkan sesuatu itu diambil dari hal yang paling aman, yang paling minimal namun tidak buruk.

Dalam perkuliahan saya tidak menginginkan mendapatkan nilai A tapi seminimal mungkin dapat C (yang penting lulus). Kelihatannya seperti orang yang tidak punya tujuan dalam hidup, tidak punya pencapaian. Tapi harus diingat, ini hanya strategi bagaimana agar saya merasa berhasil dalam suatu pencapaian. Walau saya hanya mengharapkan nilai C namun saya tetap berjuang sebisa mungkin, tetap belajar sungguh-sungguh.

Tahu apa yang terjadi? Saya jauh berhasil dari teman-teman saya. Saya hanya mengharapkan nilai C tapi kenyataannya saya mendapatkan nilai B, sama dengan teman saya sama-sama mendapatkan nilai B. Namun yang berbeda adalah 'harapan'. Teman saya mengharapkan nilai A kenyataannya B, B itu nilainya dibawah A jadi teman saya tidak berhasil meraih nilai A dan hanya mendapatkan nilai B, diluar dari expectation itu sama halnya gagal. Beda halnya dengan saya yang hanya mengharapkan nilai C tapi kenyataannya B satu langkah diatas pencapaian, saya jauh berhasil dari teman saya dan lebih-lebih jika saya mendapatkan nilai A, saya jauh sangat sangat sangat berhasil.

Jika kita lihat-lihat lagi, apa nilai B itu benar-benar bagus? Tidak, dengan hanya nilai B kita tidak akan mendapatkan IPK yang sempurna. Sekali lagi itu hanya cara bagaimana agar saya merasa berhasil dengan apa yang saya lakukan, walau dalam kenyataanya biasa-biasa saja. Semua orang punya caranya sendiri untuk melakukan sesuatu, bagaimana dengan kalian? Bagaimanapun cara kita melakukan sesuatu, lakukanlah yang terbaik untuk kita dan yang terpenting adalah harus positif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun