Mohon tunggu...
Ombrill
Ombrill Mohon Tunggu... Jurnalis - Videografer - Content Creator - Book Writer

Book Writer - Video Blogger - Content Creator

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Indonesia Dikepung Dangdut

25 Maret 2014   08:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:31 1431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13957290111804983764

[caption id="attachment_328407" align="aligncenter" width="589" caption="Ilustrasi/Kompasiana (Shutterstock)"][/caption]

Pada Mei 2003, Inul Daratista memulai fenomena ‘goyang ngebor’-nya. Sejak ‘kesuksesan’ Inul, bermunculanlah penyanyi-penyanyi dangdut perempuan yang membuat goyangan-goyangan lainnya. Sejak itu, dangdut identik dengan erotisme. Puncaknya, pada 2008, ketika bergoyang ala Janet Jackson, busana penutup payudara Dewi Persik melorot. Itu terjadi saat Dewi berjoget secara langsung di Televisi Pendidikan Indonesia (TPI).

Menurut buku Dangdut: Musik, Identitas, dan Budaya Indonesia karya Andrew N. Weintraub (2010), TPI memang dengan sengaja punya salah satu ‘mandat’, yakni mengangkat pamor dangdut, agar berdaya tarik komersil. Tak heran, stasiun televisi ini kemudian dikenal sebagai ‘Televisi Pembantu Indonesia’, karena menayangkan hampir separuh acara berisi dangdut. Mulai dari kontes dangdut, kuis dangdut, dan acara-acara dangdut lain. Pengaruh TPI sempat membuat saluran sekelas MTV, ikut bikin acara dangdut.  Lahirlah acara MTV Dangdut.

TPI hilang, bukan berarti dangdut mati. Suka tak suka, Trans TV bangkit lagi terbantu oleh dangdut. Acara Yuk Keep Smile (YKS) yang kental dengan aroma goyang massal dangdut ini membuat Trans kembali berjaya. Selain berhasil mengalahkan popularitas sinetron Tukang Bubur Naik Haji (TBNH) lewat rating-share, tentu saja stasiun televisi milik Chairul Tanjung ini mendulang banyak duit via revenue iklan.

Betapa dahsyatnya dangdut. Sebetulnya bukan era 2000-an saja dangdut jadi pembicaraan. Kalo menilik sejarah, dangdut sudah jadi pembicaraan sejak 1970-an. Menurut Remy Sylado, kata ‘dangdut’ pertama kali muncul secara tercetak di majalah Aktuil pada 1972. Kata ‘dangdut’ juga muncul di majalah Tempo pada tahun yang sama, yakni dalam sebuah kutipan kalimat yang masih menggunakan ejaan bahasa Indonesia jadul.

Lagu-lagu Melayu, jang sering memadukan Irama Padang Pasir dengan Dang-Ding-Dut India, mempunjai peranan jang penting dalam kehidupan musik pop Indonesia”.

Di era TVRI, dangdut mulai naik pamor, terlebih lagi saat Rhoma Irama muncul sampai kemudian dicekal. TPI makin menjadikan dangdut ‘naik kelas’, dari kelas C-D, coba dinaikkan derajatnya buat konsumsi kelas menengah-atas atau lazim disebut kelas A-B. Ini terbukti dengan menganggandeng Purwacaraka sebagai band pengiring konstes dangdut di TPI. Di acara tersebut, Purwa –yang jelas-jelas bukan pemusik dangdut- mengiringi penampilan kontestan penyanyi dangdut pemula.

Tak beda dengan Trans TV, Indosiar boleh bersyukur dengan musik dangdut. Gara-gara musik ini, performa Indosiar yang sempat melorot, berhasil terdongkrak kembali. D’Academy berhasil ‘juru penyelamat’. Beberapa kali acara kontes dangdut yang ditayangkan berjam-jam ini berhasil menyaingi, bahkan ada di beberapa episode yang mengalahkan YKS.

Entah berlebihan apa tidak, agaknya Indonesia layak disebut bangsa dangdut. Betapa tidak, tahun ini kita semua dikepung oleh dangdut. Di televisi, hampir semua menggunakan musik dan penyanyi dangdut sebagai konsep acara. Televisi mempertontonkan goyangan penyanyi maupun penonton, pakaian ketat, saweran pembawa acara pada penonton yang berani berjoget, maupun debat para juri kontes dangdut yang tak penting. Semua demi rating, semua demi revenue.

Ketika Pemilu 2014 ini pun rakyat Indonesia disuguhkan musik dangdut di atas pentas kampanye. Ini dilakukan buat menarik massa ikut kampanye, yang sebetulnya belum tentu mencoblos partai itu. Anda pasti sudah melihat sejumlah foto para penyanyi dangdut yang melakukan goyangan erotis di depan peserta kampanye. Padahal, di situ banyak anak yang melihat. Hal ini sempat membuat resah Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) yang mengadukan hal ini ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawasan Pemilu (Banwaslu) agar menindak sejumlah parpol yang menampilkan penyanyi dangdut erotis.

Memang, anak dilarang ikut kampanye. Namun, sekali lagi, goyangan erotis, tetaplah tak terpuji, baik di panggung politik, apalagi di televisi yang banyak ditonton orang. Bukan cuma goyangan, tetapi juga lirik yang mayoritas galau bahkan menjurus ke arah porno. Silahkan Anda simak sendiri lirik-lirik dangdut sekarang ini. Boleh jadi, kelak jika MNC kembali lagi di tangan mbak Tutut, masa kejayaan dangdut di televisi bakal diekspos habis-habisan. Indonesia makin dikepung oleh dangdut dan melahirkan ‘Inul-Inul baru’.

Salam  TV Sehat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun