Mohon tunggu...
Ombrill
Ombrill Mohon Tunggu... Jurnalis - Videografer - Content Creator - Book Writer

Book Writer - Video Blogger - Content Creator

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Seputar Rebranding B Channel

1 Mei 2014   15:05 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:59 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dengan RTV mengudara nanti, kami harap ada kenaikan audience share sampai dua kali atau tiga kali lipatnya...”.

Ucapan tersebut diungkapkan Direktur Utama Rajawali Televisi (RTV), Maria Goretti Limi. Buat sebagian praktisi televisi tentu cukup besar, mengingat RTV bukanlah televisi teresterial, tetapi televisi berjaringan. Bagi sebagian Anda yang belum mengetahui apa itu televisi teresterial, barangkali saya sekadar memberikan contoh konkretnya, yakni RCTI, SCTV, ANTV, MNCTV, Global TV, Trans TV, Trans 7, Metro TV, dan tvOne adalah contoh televisi teresterial. Sementara Kompas TV, Net TV, dan juga RTV adalah televisi berjaringan.

Meski target cukup besar, nampaknya stasiun televisi milik Peter Sondakh ini tak main-main dalam persaingan bisnis pertelevisian nasional. Group Rajawali yang membawahi RTV tidak sekadar pasang strategi buat merebranding B Channel menjadi RTV, tetapi termasuk sejumlah strategi lain. Segmentasi audience, misalnya. Jika sebelumnya, yakni saat mengudara pada 1 November 2009, B Channel menyasar pemirsa keluarga, saat rebranding ini akan mengarap segmentasi perempuan yang menurut Limi sebanyak 60%.

Setelah segmentasi, yang menjadi fokus strategi RTV kelak adalah positioning. Televisi ini akan ‘bermain’ di positioning penonton kelas A, B, dan C. Lalu strategi ketiga, menggiatkan in-house production (menggunakan SDM karyawan stasiun televisi tersebut). Jika sebelumnya B Channel punya kebijakan 70:30 atau 70% canned product alias program-program beli dari PH lokal maupun internasional (akuisisi program), kebijakan RTV sebaliknya. In-house production harus bisa mensuplay 70% program, sisanya 30% baru beli dari PH luar.

Oleh karena ingin 70% in-house production ini, tak heran belakangan HRD RTV tengah giat-giatnya merekrut SDM berlatar belakang broadcaster. Kabar yang beredar di teman-teman, sejumlah karyawan stasiun televisi hijrah dan ‘dibajak’ ke RTV. Teman saya mengabarkan ada sekitar 4 orang dari RCTI yang hijrah. Yang paling banyak kabarnya dari ANTV. Harap maklum, Limi sebelumnya pernah bekerja di ANTV dan Group Viva milik Bakrie. Lebih dari itu, selama ini studio B Channel berada berdekatan di satu kompleks di Studio Cawang, Jakarta Timur. Dengan begitu, SDM ANTV dengan mudah mendapatkan info perekrutan dari HRD RTV.

Khusus untuk SDM yang dibajak, sebetulnya RTV bisa belajar dari beberapa stasiun televisi lain. Bagi SDM senior, hal ini jelas menyenangkan. Sebab, mereka pasti akan mendapatkan kenaikan 2-3 kali lipat dari stasiun televisi sebelumnya. Setidaknya ada kenaikkan 20-50% dari gaji yang diterima sebelumnya. Namun, bagi stasiun bersangkutan, pengalaman yang terjadi cash flow cukup berat. Sederhananya, target dan keuntungan belum terpenuhi, tetapi perusahaan sudah harus membayar gaji SDM yang cukup besar. Ujung-ujungnya, in-house production malah justru lebih mahal dibandingkan membeli canned product.

Biasanya, strategi alternatif yang diambil stasiun televisi adalah merekrut SDM fresh graduated alias lulusan broadcast yang belum masuk kategori senior. SDM fresh ini dipasang di lini operasional, lapangan, yang siap siang-malam lembur. Sementara SDM yang senior ditempatkan di “posisi kunci”, strategis, yang bisa mengambil keputusan, misal setingkat Executive Producer (EP) atau minimal Produser Senior.

Strategi terakhir RTV adalah menggandeng televisi berbayar (pay tv). Nah, strategi ini pun harus hati-hati. Sebab, jika salah menggandeng, maka RTV tak beda dengan B Channel yang hanya bisa dinikmati oleh sebagian penonton saja. Mereka yang sudah terlanjur memasang televisi berlangganan harus menggunakan antena luar lagi untuk menikmati RTV. Kabarnya, saat ini televisi berlangganan yang jumlah pelanggannya terbanyak dipegang oleh Indovision, Top TV, dan MNC Sky Vision. Sementara ini, RTV baru menggandeng Telkomvision, Aora, Firstmedia, Skynindo, Nexmedia, TopasTV, BigTV, dan Max3 Biznet.

Kami sedang dalam pembahasan dengan Indovision,” ungkap Head of Corporate Communication RTV, Christiantoko.

Menurut lembaga riset Media Partner Asia (MPA), total pelanggan televisi berbayar di Indonesia pada 2011 sekitar 1,8 juta dan naik menjadi 2,5-2,7 juta pada akhir 2012 lalu. Saat ini, Indovision dan Top TV, dan MNC Sky Vision menguasai 70% pasar televisi berbayar dengan jumlah pelanggan per akhir 2011 lalu mencapai 1,16 juta.

Rebranding sebenarnya bukan baru dilakukan RTV, tetapi sudah dilakukan tiga stasiun televisi teresterial sebelumnya, yakni Trans 7, tvOne, maupun MNC TV. Barangkali sebagian dari Anda sudah banyak tahu, bahwa sebelum berubah menjadi Trans 7, stasiun televisi milik Chairul Tanjung (CT) ini bernama TV7. Setelah saham terbesar dimiliki CT, nama pun diubah menjadi Trans 7. Lalu tvOne yang sebelumnya bernama Lativi dimiliki oleh mantan Menteri Tenaga Kerja, Abdul Latief. Setelah dibeli seluruh sahamnya oleh Bakrie, Lativi yang awalnya berkonsep televisi hiburan kelas C dan D, diubah menjadi stasiun televisi berita. Terakhir, MNC TV tak lain adalah TPI yang kepemilikannya masih kontroversi ini.

Ada stasiun televisi yang berhasil dalam rebranding, ada pula yang kurang. Dari 3 stasiun televisi tersebut di atas yang cukup berhasil adalah Trans 7 dan tvOne. Begitu jadi Trans 7, revenue-nya meroket mengalahkan kakaknya: Trans TV. Saking revenue-nya bagus, kabar yang beredar, gaji karyawan Trans 7 lebih besar dari Trans. Begitu pula tvOne. Stasiun televisi yang bermarkas di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur ini mendulang keuntungan di tahun pertama. Belum pernah ada stasiun televisi di tanah air selain tvOne yang baru satu tahun mengudara sudah memberikan bonus ke seluruh karyawannya.

Limi tentu saja sempat merasakan periode awal tvOne menjalankan rebranding, secara perempuan ini dahulu juga sempat menjadi General Manager (GM) Sales Marketing tvOne. Di bawah kepimpimpinannya, tiap tahun tvOne achieve dalam target revenue. Gara-gara achieve, target terus ditingkatkan. Namun, tentu saja pengalaman yang pernah dirasakan Limi berbeda dengan yang akan dialami di RTV. Ada tantangan baru jika target audience share hendak ditingkatkan dua sampai tiga kali lipat, termasuk revenue untuk menggaji SDM-SDM senior yang terlanjur dibajak ke RTV.

Anyway, apapun tantangannya, saya ucapkan selamat kepada teman-teman di B Channel yang pada Sabtu, 3 Mei 2014 ini berubah menjadi RTV. Semoga dengan nama baru, yang terpenting adalah RTV menjadi televisi yang banyak memberikan kebaikan bagi para penonton melalui tayangan-tayangannya. Jangan sampai sekadar mengejar target, penonton Indonesia jadi rusak gara-gara tayangan yang tidak berkualitas, penuh caci-maki, mengekspoitasi syahwat perempuan, atau menampilkan berita-berita yang penuh rekayasa.

Salam Sukses!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun