“Paksa KPI menghukum stasiun televisi pengabdi partai politik...”
Begitu tulis poster yang kini ramai beredar di jejaring sosial. Adalah Remotivi yang tergerak untuk menggalang masyarakat membuat petisi kepada sejumlah stasiun televisi via www.change.org. Petisi yang sudah dibuat pada 13 Desember 2013 lalu diberi judul “KPI Bekerjalah! Hukum Stasiun TV Pengabdi Partai Politik!”.
Remotivi adalah sebuah inisiatif warga untuk kerja pemantauan tayangan televisi di Indonesia. Lembaga ini sangat aktif mendidik masyarakat untuk melek media dan memberikan advokasi. Selain mengembangkan tingkat kemelekan masyarakat, menumbuhkan, mengelola, dan merawat sikap kritis masyarakat terhadap tayangan masyarakat, Remotivi juga mendorong profesionalisme pekerja televisi untuk menghasilkan tayangan yang bermutu, sehat, dan mendidik.
Lembaga ini dibentuk dari kelanjutan sebuah grup di Facebook bernama 'Masyarakat Anti Program Televisi Buruk'. Pembentukannya atas inisiatif oleh beberapa orang muda, yang resah dan prihatin akan buruknya tayangan televisi yang ada. Nama 'Remotivi' sendiri dipilih untuk menunjukkan, bahwa kendali atau remote (kata remote tentu sangat ikonik, karena berhubungan dengan remote control untuk menggendalikan televisi) ada di tangan penonton. Saat ini aktivis yang tercatat sebagai pegiat antara lain Nurvina Alifa, Suci Wulan Ningsih, Roy Thaniago, Indah Wulandari, Roselina, Muhammad Haychael, dan Yovantra Arief. Selain pegiat, sejumlah kontributor turut mendukung lembaga ini, antara lain Hikmat Darmawan, Imam Wahyudi, Nina Mutmainnah Armando, maupun Satrio Arismunandar.
Nah, dalam petisi tersebut, lembaga yang punya slogan: "Hidupkan Televisimu, Hidupkan Pikiranmu" ini ingin mengugat pengelola stasiun televisi yang dianggap menjarah frekuensi publik. Iklan, kuis, atau berita partisan masih juga disiarkan dengan leluasa. Remotivi menyayangkan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) belum terlihat melakukan upaya lebih serius dalam menindak segala bentuk pelanggaran tersebut. Tak heran, Lembaga yang bermarkas di Pasar Baru Timur, Jakarta Pusat ini mengajak melakukan aski bersama berupa long march, yakni menyerahkan petisinya ke KPI pada Kamis, 16 Januari 2014. Selain aksi tersebut, Remotivi juga mengedukasi tentang bahaya penjarahan frekuensi publik ini via twitter melalui akun @frekuensipublik atau akun @Remotivi dengan hastag #KadoKPI.
"Remotivi menggalang dukungan publik untuk mendesak KPI agar menindaklanjuti lebih jauh lembaga penyiaran yang melakukan pelanggaran penyiaran publik untuk kepentingan kampanye politik," ujar Koordinator Divisi Advokat dan KampanyeRemotivi Roselina Lie, yang penulis kutip dari situs rumahpemilu.org (4/1/14). "Selain itu, upaya inidilakukan sebagai bagian dari pendidikan politik dan media masyarakat".
Sayangnya, aksi teman-teman Remotivi ini tidak terlalu mendapat dukungan. Setidaknya hal ini terlihat dari jumlah pendukung petisi. Ketika tulisan ini saya posting, petisi di www.change.org/kpibekerjalah masih sangat sedikit, baru terkumpul 3.524 pendukung. Masih sangat jauh dibandingkan dengan petisi yang digagas oleh seorang Rifqi Alfian. Pria ini menggalang kekuatan untuk mencabut tayangan Yuk Keep Smile (Trans TV) yang tidak digelorakan oleh Remotivi. Petisi Rifqi diluncurkan pada 30 Desember 2013 atau 17 hari setelah petisi Remotivi dipublikasikan ke jejaring sosial. Pada pukul 23:00 wib 14 Januari 2014, saya mencatat, pendukung petisi "Cabut YKS" sudah mencapai 34.124 pendukung. Angka ini menurut sebagian besar orang, karena isu YKS jauh lebih 'membumi' ketimbang isu menjarah frekuensi publik. Mayoritas pendukung nampaknya lebih peduli mencabut satu program ketimbang menghukum stasiun televisi.
Salam TV Sehat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H