Mohon tunggu...
Ombrill
Ombrill Mohon Tunggu... Jurnalis - Videografer - Content Creator - Book Writer

Book Writer - Video Blogger - Content Creator

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Demi Wawancara Eksklusif Anggodo, tvOne Kucing-kucingan

1 Februari 2014   08:03 Diperbarui: 24 Juni 2015   02:16 1643
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1391216543346655499

Tertangkapnya Anggoro Widjojo pada 27 Januari 2014 di Shenzhen, Cina, jadi mengingatkan saya peristiwa wawancara eksklusif tvOne dengan Anggodo Widjojo pada paruh 2009. Anggodo tak lain adalah adik dari Anggoro. Nama pria ini populer saat kasus ‘CICAK’ melawan ‘BUAYA’ muncul ke permukaan.

Kala itu, Anggodo menunding pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bisa disuap. Gara-gara tudingan tersebut, dua pimpinan KPK Chandra Hamzah dan Bibit Samad Rianto dijadikan tersangka oleh polisi. Itulah yang memunculkan konfrontasi ‘cicak’ melawan ‘buaya’. Binatang ‘cicak’ merupakan personifikasi KPK, sementara ‘buaya’ personifikasi pihak Kepolisian. Kedua personifikasi ini diciptakan oleh Susno Duadji, ketika diwawancarai oleh majalah Tempo edisi 20/XXXVIII pada 6 Juli 2009. Oleh karena desakan masyarakat, kasus ini dihentikan kejaksaan, karena diduga ada motif balas dendam polisi.

Sejak mencuat, Anggodo menjadi narasumber VVIP alias premier alias kelas A. Sejumlah media massa berusaha mencari pria ini buat diwawancarai secara eksklusif. Namun, saat itu tvOne menjadi satu-satunya televisi swasta yang berhasil ‘menculik’ Anggodo bersama pengacaranya Bonaran Situmeang ke markas besarnya di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta Timur.

Masih jelas dalam ingatan saya, dengan tim redaksi tvOne berhasil main ‘kucing-kucingan’ dengan pihak para penyidik maupun kepolisian. Mereka pikir, Anggodo menggendarai mobil kijang. Namun, berkat kecerdikan tim tvOne, pria yang bernama asli Ang Tjo Nie atau biasa dipanggil Cungek ini menggunakan motor. Agar tidak terlihat, wajahnya ditutup pakai helm. Begitu sampai, ia langsung dibawa ke newsroom. Yang ada di dalam mobil kijang hanya sang pengacara.

Selain tim redaksi, yang saya ingat juga waktu itu adalah kecekatan tim teknis. Mereka langsung menyiapkan sebuah wireless camera. Gagasannya adalah membuat wawancara sambil jalan, dari studio menuju ruang VIP yang ada di lantai dasar belakang lobi utama tvOne, sambil melewati newsroom. Oleh karena yang dipergunakan wireless camera, maka tim teknik mempersiapkan sejumlah kotak receiver di beberapa titik, agar sinyal receiver yang dipasang dan kemudian dipancarkan dari wireless camera tidak terganggu. Sebab, jika sinyal receiver terganggu, gara-gara terhalang tembok dan terkena sinyal lain, maka akan terjadi noise atau gambar terganggu.

Selama wawancara berjalan, di lobi sejumlah karyawan berkumpul. Mereka melihat wawancara eksklusif tersebut di sebuat tv plasma yang tergantung di lobi tersebut. Sebagian berdiri, sebagian lagi rela duduk di lantai lobi. Saking penuh dengan karyawan, pintu lobi sempat rusak. Engsel pintu terbuka.

Rupanya wawancara eksklusif tvOne tersebut dimonitor oleh sejumlah media massa lain, baik media cetak maupun stasiun televisi lain. Tak heran, di tengah-tengah wawancara, sejumlah wartawan sempat melobi pihak tvOne dan Anggodo untuk minta waktu wawancara. Sementara saya terus menyaksikan wawancara berjalan sambil mengabadikan peristiwa luar biasa tersebut via ponsel saya.

Menariknya, oleh karena Anggodo adalah narasumber VVIP, saat wawancara, ia dibebaskan untuk merokok. Hal tersebut ‘dimaklumi’, karena saat itu ia pasti stres berat. Padahal, di dalam kantor tvOne, tak ada seorang pun diizinkan merokok. Tentu, rokok dan saat Anggodo mengisap rokok tidak diperlihatkan oleh Camper atau Juru Kamera. Begitu pun saat berada di ruang VVIP, Anggodo tak pernah berhenti mengisap rokok. Tak heran, ruangan VVIP penuh asap rokok.

Saya lupa rating dan share wawancara eksklusif Anggodo kala itu. Namun yang pasti, keberhasilan tersebut membuat tvOne dipuji banyak pihak. Pelajaran yang juga dipetik dari keberhasilan tersebut adalah kerjasama redaksi dan tim teknik . Kedua elemen ini sangat kompak dan sigap. Tanpa menunggu komando Pemimpin Redaksi (Pemred), mereka tahu apa yang mereka lakukan.

Salam Kompak!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun