Mohon tunggu...
Rokhman
Rokhman Mohon Tunggu... Guru - Menulis, menulis, dan menulis

Guru SD di Negeri Atas Awan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyelami Ramadhan Menggapai Puasa “Mabrur”

26 Mei 2016   09:39 Diperbarui: 26 Mei 2016   09:46 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi : antaranews.com

Bulan Ramadhan datang kembali. Ramadhan diharapkan bisa menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas diri dalam beribadah dan hubungan sosial dengan sesama masyarakat. Hari-hari menjelang  Ramadhan saat ini, kita dihadapkan pada dua pilihan jalur pengalaman beragama. Jalur pertama adalah jalur hingar bingar yang difasilitasi oleh media mainstream. Jalur materi dan menjanjikan kesenangan dalam pengalaman beragama. Jalur kedua adalah jalur sunyi yang sepi dari publikasi. Lewat jalur ini, kita berharap akan memperoleh pengalaman beragama yang otentik sesuai semangat Ramadhan itu sendiri, yaitu membentuk insan yang bertaqwa.

Setiap manusia dalam memaknai Ramadhan bisa berbeda-beda bergantung lapis kesadaran beragamanya. Maka, bagi mereka yang ingin meningkatkan kualitas diri dalam beribadah hendaknya tidak puas dengan pengalaman ibadah yang monoton itu-itu saja. Hendaknya orang beragama itu dalam beribadahnya senantiasa meningkat dan makin dalam ketika mampu menyelami makna-makna beribadahnya.

Episode Buah Kelapa

Drs Syukriyanto AR Ketua LSBO PP Muhammadiyah menggambarkan tingkat-tingkat kesadaran dan kualitas beragama manusia mirip dengan episode atau periode buah kelapa. Episode buah kelapa diawali dari level manggar, bluluk, cengkir, degan, dan berakhir pada level kelapa tua.

Pada level manggar atau bunga kelapa, menggambarkan keadaan manusia yang baru bisa menikmati kemeriahan dalam beragama. Kalau berpuasa, yang dia nikmati baru makan sahur dan berbuka, dan ramai-ramai tarawih. Kemudian mengikuti pengajian dengan penceramah yang menghibur. Pada level ini yang menarik dan banyak dibicarakan seputar makanan dan minuman untuk berbuka dan sahur. Pada seminggu pertama bulan Ramadhan, dia sudah mulai melupakan jamaah tarawih dan lebih menikmati keasyikan berbelanja persiapan lebaran. Idul fitri lebih dimaknai sebagai lebaran oleh manusia level manggar ini. Dia mirip anak-anak yang menyangka hidup ini dipenuhi pesta dan arena bersenang-senang. Maka, Idul Fitri dipandang sebagai puncaknya pesta selepas bulan Ramadhan.

Level kedua yaitu level bluluk. Bluluk adalah buah kelapa amat muda, rasanya masih sepat. Manusia pada level ini dalam beragama sudah mulai kelihatan bentuk dan format ruhaninya. Tetapi masih mentah. Mereka rajin sekali beribadah. Ramadhan dimaknai seperti mengisi kolam dengan air sebanyak-banyaknya. Ia sibuk dengan hal-hal teknis dari ibadah puasa. Ia seperti berlomba, siapa yang paling banyak dalam membaca Al-Quran, rajin tarawih, rajin pengajian, rajin sedekah, dan sebagainya itulah yang paling top. Dalam sepuluh hari terakhir, ia larut dengan i’tikaf di masjid sebagai ibadah individual dengan mengesampingkan ibadah dan edukasi sosialnya.

Manusia level bluluk atau kelapa amat muda ini belum bisa menggali dan merasakan makna ibadah ruhani di bulan Ramadhan, selain tahu bahwa kesibukan kegiatannya itu akan mendapat pahala. Namun, seiring berjalannya waktu dan mau melakukan evaluasi diri dalam beribadah serta mendapatkan bimbingan dari orang yang lebih tua dan lebih dewasa dalam beragama dia akan mampu bergerak dari level bluluk ke level cengkir atau bahkan langsung ke level degan. Pada level ini yang penting kualitas ibadahnya bukan sekadar kuantitas. Terlebih apabila mampu meningkatkan kualitas kemanusiaannya. Perilaku sosialnya makin lembut dan makin peka terhadap penderitaan orang lain.

Level berikutnya yaitu level kelapa tua. Manusia yang sudah sampai pada level buah kelapa tua ini sudah matang dalam beragama. Buah kelapa yang mantap, menyimpan kesegaran ruhani mirip dengan air kelapa dan menyimpan kualitas gizi ruhani mirip dengan minyak yang tersimpan dalam daging kelapa. Manusia level ini memerlukan tempat ibadah dan suasana ibadah yang tenang, hening, teduh dan nyaman. Mereka tidak memerlukan hura-hura. Ketika makan sahur dan berbuka tidak menuntut macam-macam. Demikian juga ketika menjelang Idul Fitri, ia tak lagi gugup menyiapkan pakaian baru.

Manusia yang dewasa dan matang beragama sudah terbiasa puasa Senin-Kamis, terbiasa shalat malam, terbiasa tadarus Al-Quran dan terbiasa bersedekah. Namun, ketika ritual ibadah itu dilakukan di bulan Ramadhan rasanya menjadi lebih mantap, kenikmatan dan kelezatan ruhani yang diperoleh terasa berbeda. Di bulan Ramadhan lezat dan nikmatnya ibadah itu menjadi berlipat-lipat.

Indikator Puasa Mabrur

Manusia yang mampu menyelami makna-makna Ramadhan akan terhindar dari apa yang disebutkan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai, mereka tidak mendapatkan apa-apa selama Ramadhan selain lapar, dahaga dan letih. Bagi manusia yang matang dan dewasa beragama justru jiwa raganya menjadi lebih segar, berfikirnya menjadi lebih jernih dan hatinya menjadi lebih sejuk. Inilah hasil berpuasa yang sebenarnya yaitu membentuk manusia yang bertakwa atau meminjam istilah dalam ibadah haji disebut mabrur dalam berpuasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun