[caption caption="Ilustrasi - menumbuhkan minat baca pada anak-anak (Shutterstock)"][/caption]Tanpa buku Tuhan diam,
 keadilan terbenam
 sains alam macet,
 sastra bisu,
 dan seluruhnya dirundung kegelapan
 [Thomas V. Bartholin, 1672]
Luar biasa. Di abad ke-16 seorang Thomas V. Bartholin, seorang dokter, ahli matematika dan teolog Denmark sudah mengingatkan akan arti pentingnya buku. Pesan Bartholin di atas maksudnya, tanpa buku wahyu/ firman Tuhan tidak tersampaikan pada umatnya, keadilan tidak bisa ditegakkan, sains/iptek mandeg, kesusasteraan tidak berkembang, dan seluruh aktivitas manusia dirundung kegelapan. Tentu, buku yang dimaksud adalah buku dalam pengertian dibaca, dipelajari, dan dikaji.
Namun, satu hal yang menjadi keprihatinan kita dewasa ini yakni kurangnya minat membaca dan menulis di kalangan remaja (baca: peserta didik). Para remaja saat ini hidup di era globalisasi. Mereka merupakan generasi digital. Sebagian besar waktu mereka dihabiskan dengan "menggenggam" dan "memainkan" ponsel pintar (smartphone) mereka. Ponsel dengan segenap fitur dan fasilitas yang tersedia membuat mereka berada dalam "dunia baru", yaitu dunia digital.
Hiruk-pikuknya dunia baru mereka telah menjadikan buku seperti barang asing. Buku di kalangan peserta didik menjadi barang yang dekat tetapi terasa jauh. Dekat karena barang tersebut setiap hari mereka gendong ke sekolah. Bahkan anak-anak kecil seusia kelas 1-3 SD dengan bangganya menggendong tas besar di pundak yang berisi buku. Namun, terasa jauh karena buku itu baru mereka buka ketika ada perintah dari gurunya untuk membaca atau mengerjakan soal-soal.
Ketika ada tugas dari guru untuk membuka buku, apa jawab mereka? Ah BT ...! (baca : Bete). BT merupakan kosakata gaul yang biasa digunakan para remaja. Jika dicari dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kosakata tersebut ternyata tidak ditemukan. Konon, istilah tersebut berasal dari akronim Bored Totally atau Boring Total (Bosan Total) yang biasa digunakan sebagai ungkapan rasa kebosanan. Â Jadi, membaca buku bagi anak-anak merupakan kegiatan yang membosankan. Lantas, bagaimana anak-anak kita akan pintar jika membaca sudah menjadi momok bagi mereka?
[caption caption="Dokumentasi Pribadi : Mading Kelas"]
Di kelas 4, tempat di mana saya mengajar saat ini istilah BT saya artikan Baca Tulis. Kegiatan BT (Baca Tulis), saya kemas sedemikian rupa menjadi kegiatan pembiasaan setiap pagi sebelum pelajaran dimulai. Ide ini muncul karena rasa keprihatinan saya melihat buku-buku di perpustakaan sekolah yang tertata rapi pada rak buku tanpa sentuhan anak-anak. Bahkan ada paket buku dari pemerintah yang masih tersegel sempurna dalam kardus hingga bertahun-tahun lamanya.
Kegiatan baca-tulis di kelas diawali dengan cara guru kelas meminjam buku sejumlah anak plus 1 (satu) di perpustakaan sekolah. Buku bacaan yang dipilih adalah yang tidak terlalu tebal. Bagikan buku tersebut kepada semua anak. Sisanya satu buku adalah untuk guru. Mengapa guru juga ikut membaca? Karena anak akan mau membaca jika ada teladan dari gurunya. Di samping itu, guru juga harus mengetahui isi buku yang dibaca anak-anak.
Pada tahap awal anak disuruh membaca tanpa ditarget. Sediakan waktu antara 10–15 menit. Biarkan anak-anak membaca apa yang disukainya atau mungkin hanya melihat-lihat gambarnya. Bagi anak yang sudah lancar membaca, arahkan untuk melihat daftar isi pada buku. Kemudian, pilihlah subjudul yang menarik untuk dibaca. Tujuannya agar anak tidak terbebani harus membaca satu buku. Jika selesai membaca satu subjudul menarik, timbul rasa penasaran dan pada akhirnya akan membaca keseluruhan isi buku.
Anak yang sudah mampu menyelesaikan satu judul buku supaya ganti judul buku lainnya. Begitu seterusnya pembiasaan itu dilakukan setiap hari. Tak terasa semua judul buku akan terbaca oleh semua siswa dan guru. Jika semua buku sudah selesai dibaca oleh siswa dalam satu kelas, guru segera mengganti dengan judul buku yang lain. Begitu dillakukan terus-menerus.
Agar anak tidak bosan, setelah menyelesaikan satu judul buku diadakan kegiatan presentasi. Caranya, dengan menceritakan kembali isi buku yang sudah dibacanya. Sebelumnya, anak sudah membuat tulisan sederhana 3-4 paragraf. Tulisan tersebut di samping untuk bahan presentasi, juga dipilih yang terbaik oleh guru kelas untuk dimuat pada majalah dinding. Bagi tulisan yang dimuat akan mendapat hadiah yang menarik yang disediakan dari uang kas kelas.