Mohon tunggu...
Rokhman
Rokhman Mohon Tunggu... Guru - Menulis, menulis, dan menulis

Guru SD di Negeri Atas Awan

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Dawet Ayu dan Mendoan

19 November 2015   04:49 Diperbarui: 30 Januari 2018   11:53 485
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
palembang.tribunews

“Kakang kakang pada plesir, maring ngendi ya yi   Tuku dawet dawete Banjarnegara   Seger, anyes, legi.. apa iya?
   Daweet ayu… Dawete Banjarnegara.”

 

Bagi masyarakat penginyongan (Banyumas dan sekitarnya) tentu tidak asing dengan lagu ini. Lagu yang menyuguhkan sekilas kisah betapa Dawet Ayu begitu segar, dingin dan manis. Dawet ayu telah menjadi bagian penting dari kehidupan orang Banyumasan, khususnya Banjarnegara. Ibarat dua sisi mata uang, dawet ayu dan Banjarnegara  adalah dua hal tak terpisahkan. Senantiasa melekat erat, sebagai jatidiri khas. Tak sempurna kalau berkunjung ke kota gilar-gilar ini, jika belum menikmati segarnya dawet ayu. 

Selain Dawet Ayu, di wilayah Banyumas kita kenal makanan khas Tempe Mendoan. Mendoan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya: jw n tempe yang dipotong tipis lebar, dicelupkan ke dalam adonan tepung berbumbu, kemudian digoreng setengah matang. Makanan khas ini, ternyata bukan lagi kebanggaan milik masyarakat Banyumas, setelah hak patennya dimiliki seorang warga. Meski, tak bisa dipungkiri tempe mendoan dengan varian lainnya seperti tempe kripik sudah indentik dengan Kota Purwokerto (Banyumas). Jika ditelusuri dari sudut sejarahnya, sangatlah sulit. Konon, tempe mendoan sudah ada sejak zaman penjajahan. Namun, siapa penemunya juga tidak diketahui. Sehingga, tempe mendoan sudah menjadi milik masyarakat. Maka, ketika tiba-tiba muncul seseorang yang mengantongi hak paten atas makanan ini, gegerlah masyarakat Banyumas.    

Sementara itu, Dawet Ayu Banjarnegara meskipun telah menjadi kuliner nusantara, sejarahnya masih bisa dilacak. Adalah Pak Munardjo, sosok yang dianggap sebagai tokoh Dawet Ayu di Banjarnegara. Kios Dawet Ayu Bu Hj.Munardjo di Jalan Dipayuda, Banjarnegara masih menyajikan orisinalitas rasa dawet ayu Banjarnegara. Sunardi, adalah generasi ketiga yang meneruskan tradisi Dawet Ayu Munardjo. Bahkan, sejak 16 Oktober 2003 Dawet Ayu Munardjo telah mendapatkan ketetapan perlindungan hak kekayaan intelektual (HAKI) demi menjaga orisinalitas dan kekhasan rasanya.

Tak hanya pada rasa, kekhasan lain adalah melakatnya istilah “Ayu” pada dawet Banjarnegara. Yang tak kalah khasnya, adalah pemakaian patung Semar dan Gareng yang tertancap pada kedua sisi pikulan dawet. Simbolisasi Semar dan Gareng dipilih karena paduan kata dua figur punakawan itu mencipta kata “mareng”. Mareng dalam Bahasa Jawa artinya musim panas atau kemarau. Saat cuaca terik panas, dawet ayu adalah penyegar yang sempurna sebagai pengusir dahaga.

Lepas dari pro dan kontra tentang hak paten atas kuliner khas suatu daerah, penulis mengapresiasi langkah Pemkab Banjarnegara yang telah menjadikan Dawet Ayu sebagai Muatan Lokal wajib bagi siswa jenjang SD/MI. Tekad nguri-uri kuliner khas lokal tersebut dibuktikan dalam Perda Nomor 20 Tahun 2013 yang telah diubah dengan Perda Nomor 7 Tahun 2015 tentang Muatan Lokal Daerah.

Mulok Dawet Ayu

Sebagai implementasi dari Perda tersebut telah ditetapkan Perbup Banjarnegara Nomor 33 Tahun 2015 tentang Jenis dan Kurikulum Muatan Lokal Daerah. Sejalan dengan itu, mulai Tahun Pelajaran 2015/2016 ini Dindikpora Kab. Banjarnegara secara resmi telah mencanangkan berlakunya Kurikulum Muatan Lokal Dawet Ayu Banjarnegara di SD/MI baik negeri maupun swasta di seluruh wilayah Kabupaten Banjarnegara.

Sementara itu, menurut Kasi Kurikulum Dindikpora Kab. Banjarnegara, Sunarto, M.Pd dipilihnya Dawet Ayu sebagai Mulok Kabupaten telah melalui berbagai pertimbangan. Setidaknya ada 5 alasan yang mendasari yaitu; 1) Dawet Ayu sudah sangat terkenal di nusantara dan mengalahkan produk lain dari Banjarnegara sehingga menjadi Ikon Banjarnegara, 2) semua wilayah Banjarnegara dapat mempraktikkan dan membuat Dawet Ayu, 3) biaya murah / Low cost, 3) pemberdayaan ekonomi masyarakat Banjarnegara, dan 5) senjata yang ampuh bagi masyarakat Banjarnegara yang “terpaksa” putus sekolah untuk tetap survive di manapun berada.

Lebih lanjut dalam kegiatan Bimtek Kurikulum Pendidikan Dasar bagi Instruktur Kurikulum Tingkat Kab. Banjarnegara beberapa waktu lalu, ditegaskan bahwa kurikulum yang akan dikembangkan sudah sesuai dengan tuntutan Kurikulum Nasional saat ini.  Yaitu, sedikit pengetahuan” tetapi “kaya akan kompetensi”, maka design Mulok Kabupaten Banjarnegara dibuat sederhana tetapi aplicable dan efektif untuk mengatasi tantangan nyata dalam kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun