Mohon tunggu...
Rokhman
Rokhman Mohon Tunggu... Guru - Menulis, menulis, dan menulis

Guru SD di Negeri Atas Awan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Penjual Jagung Rebus

17 Desember 2022   06:08 Diperbarui: 17 Desember 2022   07:35 527
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi : beritajatim.com

Di zaman yang penuh ketidakpastian ini dibutuhkan kreativitas sekadar untuk bertahan hidup. Seperti halnya yang dilakukan oleh para penjual makanan keliling di kampung-kampung. Awalnya, penjual makanan di kampung saya yang menjajakan dagangannya dengan alat bantu speaker adalah penjual tahu bulat.

Ternyata kreativitas itu sekarang banyak ditiru oleh penjual keliling lain untuk menarik minat pembelinya. Dari mulai penjual sayuran keliling, buah, bakpao, roti, hingga jagung rebus. 

Tentu dengan ciri khas masing-masing. Contohnya suara speaker penjual tahu bulat, "Tahu, bulat, digoreng, dadakan, ..." Lain lagi suara penjual bakpao:, "Bakpao hangat, dua ribu, ada rasa kacang, strowbery, ..." dan yang belum begitu familiar di telinga saya adalah suara speaker penjual jagung rebus.

Meskipun saya hidup di daerah pegunungan dengan komoditas utama sayur mayur ternyata trend penjual sayur keliling ini semakin marak. Armada yang digunakan juga bervariasi. Ada yang menggunakan sepeda motor, bentor, hingga mobil bak terbuka.

Ibu-ibu rumah tangga kini tidak lagi kesulitan ketika membutuhkan bahan-bahan untuk memasak setiap hari. Apalagi ada penjual sayuran keliling yang sudah mempunyai grup WA untuk ibu-ibu pelanggan setianya. Hari ini mau masak apa, bahan-bahannya sudah diantar sampai depan rumah karena sudah dipesan terlebih dahulu lewat grup WA.

Penjual sayuran keliling mungkin sudah bisa diterima di hati para pelanggannya yang notabene kaum emak-emak. Lantas bagaimana dengan penjual jagung rebus keliling? Apalagi di daerah pertanian yang sebagian warganya juga masih menanam jagung di kebun.

Namun nyatanya dagangan mereka laku juga. Setiap sore meskipun kadang hujan turun mereka keliling kampung dengan suara khas speaker-nya, "Jagung rebus, manis, hangat, lima ribuan." Begitu berulang-ulang.

Kadang saya berpikir 1 buah jagung, sudah direbus matang, dijual keliling dengan harga lima ribu sebenarnya ttermasuk mahal. Namun jika mau berpikir jauh ke belakang. Bagaimana susahnya petani dari mulai mengolah lahan, menyemai bibit, merawat, hingga memanen. Belum lagi mereka harus merebus lama tentu butuh gas elpiji, berkeliling kampung dengan sepeda motor butuh pertalite.    

Lantas siapa yang akan menghargai jika membeli 1 buah jagung Rp5.000,00 dikatakan mahal?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun