Benarkah untuk mulai menulis diperlukan sebuah spirit atau dorongan gaib? Benar. Namun yang dimaksud sebagai dorongan gaib di sini bukan semacam ilham atau inspirasi berupa kekuatan supranatural yang tiba-tiba datang setelah penulis merenung, menyepi, atau melakukan meditasi.
Jelasnya untuk mulai menulis tidak bisa mengandalkan ritual nyleneh di luar nalar kewarasan. Atau dengan melalui minum-minuman keras, merokok, konsumsi obat-obat terlarang hingga narkotika.
Anggapan bahwa untuk memperoleh inspirasi menulis dengan menghabiskan berbotol-botol minuman keras atau berbatang-batang rokok sebenarnya sedang menipu diri. Minuman keras dan sejenisnya justru akan merusak fisik seseorang.
Lantas dari mana spirit untuk mulai menulis bisa kita peroleh? Spirit untuk menulis bisa diperoleh dengan melakukan diskusi, dialog, atau monolog. Diskusi dilakukan antara penulis dengan banyak pihak, dialog penulis dengan dengan satu pihak atau monolog dengan dirinya sendiri.
Diskusi atau dialog di sini tidak harus diartikan secara harfiah, melainkan bisa dengan membaca buku, artikel, atau bahan rujukan lain. Namun paling kuat spirit untuk mulai menulis apabila kita mau berdiskusi dengan rekan satu komunitas penggiat literasi.
Seperti dari grup Rumah Virus Literasi (RVL) misalnya saya mendapat nasihat dari Much Khoiri tentang pentingya membaca buku. Much Khoiri, salah satu penggiat literasi yang biasa disapa Mr Emcho ini mengingatkan untuk mulai menulis artikel dari membaca buku.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa untuk menulis artikel dari membaca buku setidaknya ada dua teknik yang bisa dipilih. Kita bisa memilih salah satunya. Mana yang paling disuka.
Pertama, teknik bebas. Artinya kita bisa membuat tulisan dari bacaan itu dengan gaya bebas. Bentuknya bisa berupa pandangan, ringkasan, atau hasil penjelajahan dari buku yang kita baca. Dengan teknik ini kita tidak terbelenggu kaidah struktur penulisan tinjauan buku. Kita sudah bisa menulis meskipun baru membaca sebagian isi buku.
Kedua, teknik terstruktur, Untuk pilihan kedua ini kita perlu mengikuti kaidah membuat resensi buku. Resensi buku secara garis besarnya adalah menyatakan apa isi yang seharusnya dikatakan, dan bagaimana mengatakannya. Atau dengan kata lain mengatakan kembali secara tertulis apa yang sudah dibacanya.
Akhirnya, spirit bermanfaat dalam menulis artikel agar tulisan kita juga memiliki roh. Tidak kering kerontang alias tidak berjiwa. Oleh karena itu sebelum mulai menulis perlu persiapan teknis berupa bahan tulisan, pengetahuan tentang bentuk-bentuk tulisan, dan yang terpenting harus mampu menangkap spirit dari masyarakat pembaca. Â Â