Mohon tunggu...
Rokhman
Rokhman Mohon Tunggu... Guru - Menulis, menulis, dan menulis

Guru SD di Negeri Atas Awan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Butuh Proses

24 Februari 2021   13:36 Diperbarui: 24 Februari 2021   13:39 220
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.gwigwi.com/

Di sebuah Kerajaan Antah Berantah setiap tanggal 20 menjadi momen yang menegangkan dan dinanti segenap warganya. Tanggal keramat itu sudah ditetapkan oleh sang Raja untuk mengumumkan hasil sayembara tiap bulannya. Demikian juga tanggal 20 bulan ini.

Sejak pagi peserta sayembara sudah diliputi perasaan dag dig dug. Mereka standby di rumah memasang mata dan telinga menunggu detik-detik keputusan dewan juri akan dibacakan sang Raja.

Tak terkecuali si Anu salah satu peserta sayembara. Si Anu tak pernah absen sejak Kerajaan Antah Berantah rutin menggelar sayembara menulis buku bulanan. Bagi si Anu menang kalah bukan soal yang penting ikut memeriahkan program sang Raja.

Namun hari ini tidak seperti biasanya. Gelagat si Anu berubah sejak pengumuman sayembara bulan ini. Tidak jelas penyebabnya. Mungkin karena hasutan para pendengung di sekelilingnya. Si Anu berontak. Dia tidak terima mengapa yang lolos sayembara kali ini jumlahnya lebih sedikit dari biasanya. Biasanya 125 tapi kali ini hanya 100 saja. Bayangkan kalau anggaran hadiah Rp10 juta untuk 1 pemenang berarti ada Rp250 juta yang tidak terserap. Ke mana larinya anggaran itu. "Ini harus diusut!" kata si Anu sambil berapi-api..

"Ini pasti ada yang tidak beres. Saya ikut sayembara terus tapi tidak pernah keluar sebagai pemenang. E ... tahu-tahu, kuota pemenang malah dikurangi. Apa Raja tidak tahu kalau saya pendukung setianya" gerutu si Anu.

Mendengar suara berisik dari ruang depan, si Ani istrinya bertanya, "Ada apa to, Pa'e?"

"Mengapa marah-marah sendiri?" tanya istrinya.

"Ini tidak bisa dibiarkan!. Ini harus diusut!" kata si Anu dengan nada emosi.

Setelah mengetahui duduk perkaranya si Ani sebagai istri sholekhah mulai nerocos memberi nasihat.

"Kalau hari ini pekerjaanmu masih belum seperti yang kamu harapkan, tenang saja. Ini bukan pekerjaan terakhirmu. Kalau kamu terus berusaha dan mengembangkan diri, kamu akan mendapatkan kesempatan yang lebih baik lagi. Kamu akan lebih hebat dan dihargai. Orang lain tak akan menyepelekanmu lagi." kata si Ani.

"Kalau hari ini rumahmu kecil, hanya bisa membeli atau menyewa rumah kecil, tenang saja. Itu bukan rumah terakhir yang akan kamu tinggali sampai tua nanti. Tak usah bertanya nanti kalau anak-anak sudah besar tidurnya di mana? Mana cukup satu atau dua kamar sementara anak-anak banyak? Nanti ada saatnya kamu pindah. Beli rumah lagi yang lebih besar. Yang penting kamu percaya bahwa segalanya akan makin baik di kemudian hari." si Ani masih saja menasihati.

"Kalau hari ini kamu hanya bisa beli atau punya mobil mungil, atau sekalipun cuma naik motor atau masih naik kendaraan umum bahkan berjalan kaki, tenang saja. Nanti ada waktunya kamu memilih kendaraanmu sendiri, apapun yang kamu mau, termasuk mobil impian masa kecilmu, duduk di belakang di dalam mobil yang mewah dan nyaman, sementara sopir pribadimu siap mengantar ke manapun kamu pergi." si Ani masih saja nerocos.

"Kalau hari ini uangmu sedikit di bank, dompetmu tipis, degdegan menunggu awal bulan, takut uang segera habis lagi karena harus bayar cicilan, tenang saja. Nanti ada saatnya kamu bingung harus menyedekahkan ke mana uangmu yang berlimpah? Siapa lagi yang harus diberi? Sedekah model apa lagi yang harus dilakukan? Asal kamu percaya bahwa itu mungkin dan tak mustahil." si Ani melanjutkan nasihatnya.

"Tak ada yang tidak mungkin bagi Tuhan yang Maha Menguasai Segala Kemungkinan, tak ada yang mustahil bagi doa dan harap semuluk apapun bagi Allah yang Maha Mengabulkan, tak ada yang terlalu mahal untuk Dia yang Maha Kaya, selama kamu berprasangka baik kepadaNya. Bersyukur atas segala nikmat yang diberikan dan bersabar pada semua ujian karakter yang sedang berlangsung." si Ani masih saja menasihati.

"Pekerjaanmu hari ini, bukan pekerjaan terakhir. Rumahmu sekarang, bukan yang satu-satunya dan selamanya. Apapun kondisimu saat ini, yang belum seperti yang kamu harapkan atau doa-doakan, pada saatnya akan berubah jadi lebih baik lagi. Hidup pada saatnya akan membuatmu bersyukur jika kamu telah cukup bersabar." tegasnya.

"Setiap ada sayembara atau lomba jauh-jauh hari sudah diumumkan ketentuannya. Yang jelas panitia mempunyai kewenangan mutlak untuk menentukan pemenangnya. Keputusan panitia tidak bisa diganggu gugat. Jadi kalau hari ini belum lolos sayembara, ya sabar dan terus belajar jangan putus asa. Itu namanya proses!" kata si Ani menutup nasihat untuk suaminya.

Negeri Atas Awan, 24 Februari 2021

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun