Judul tulisan ini bukan bermaksud menakut-nakuti. Â Tapi hanya sebuah refleksi. Sebuah perenungan untuk diri saya sendiri. Setelah memutuskan dan mencoba untuk berlatih menulis ternyata godaan demi godaan datang silih berganti.
Sebenarnya saya mulai menyukai kegiatan tulis menulis sejak masih sekolah di SLTA. Namun sampai sekarang saya masih merasa awam dalam hal tulis menulis. Belum bisa seperti Bang Jago. Apalagi setelah membaca karya penulis-penulis top, rasanya saya masih jauh untuk menyebut diri sebagai penulis.
Mungkin yang paling pas baru berani mengaku sebagai penulis pemula. Sudah berlatih menulis puluhan tahun masih saja mengaku pemula! Terus sampai kapan bisa menjadi penulis level cakap atau mahir? Hebatnya keponakan saya yang tidak tamat SMA, belajar nyetir otodidak sekarang sudah berani nyopir truk lintas Sumatra. Padahal antara nyetir dan menulis sama-sama keterampilan.
Itulah sebabnya mengapa saya katakan bahwa menulis itu berat. Rasa berat dirasakan ketika akan memulai menulis. Sebab untuk menulis banyak otot-otot yang harus digerakkan. Apalagi jika belum pernah menulis atau sudah lama berhenti menulis. Otot terasa kaku. Kaku dari segi ide hingga dari mana akan memulai menulis kembali.
Untuk itu saya bertekad mengikuti tantangan menulis setiap hari sepanjang tahun. Tantangan ini diselenggarakan oleh komunitas menulis yang anggotanya dari kalangan pendidik atau guru-guru se-Indonesia. Lewat sebuah blog, peserta ditantang menulis setidaknya satu artikel per hari. Jika dalam sehari saja absen tidak mengirim tulisan, maka peserta mengulangi lagi mulai hari ke-1 atau remedi.
Bagi saya ikut tantangan ini bukan urusan menang atau kalah tetapi untuk membentuk habituasi. Sebab keterampilan menulis itu butuh konsistensi. Keterampilan menulis tidak bisa dibentuk secara instan. Tidak pula datang tiba-tiba atau bakat turunan dari orang tua. Menulis itu perlu proses dan pembiasaan.
Alkhamdulillah, hingga hari ini saya sudah memasuki tantangan pada hari ke-224. Dalam perjalanannya tentu ditemui banyak faktor yang kadang memunculkan rasa bosan dan malas. Pertama, faktor motivasi. Dalam situasi tertentu kadang motivasi untuk menulis tidak ada lagi. jika motivasi menulis hilang semangat pun akan hilang.
Kedua, faktor kesibukan pekerjaan. Sebenarnya ini merupakan alasan klasik. Wajar jika pekerjaan mendapat porsi waktu terbanyak. Namun bukan berarti karena alasan kesibukan seseorang tidak bisa menulis. Faktanya banyak orang super sibuk ternyata sukses juga sebagai penulis.
Ketiga, faktor keluarga. Kadang ketika sudah asyik berkumpul dengan anak-anak atau keluarga kita lupa segalanya. Hal itu berakibat pada produktivitas dalam menulis. Sebab untuk menulis butuh waktu, konsentrasi, atau keheningan.
Di samping ketiga alasan tersebut sebenarnya masih banyak lagi alasan yang menyebabkan konsistensi dan produktivitas menulis turun. Bahkan berhenti sama sekali. Dengan mengetahui berbagai hambatan itu setidaknya bisa untuk pengingat agar seseorang lebih konsisten ketika sudah mempunyai komitmen untuk menulis.
Itulah sebenarnya tantangan terberat seoarang penulis, komit dengan dirinya sendiri. Jika hal itu bisa ditaklukkan maka menulis akan menjadi kegiatan yang mengasyikkan. Tidak percaya? Coba saja!