Mohon tunggu...
Rokhman
Rokhman Mohon Tunggu... Guru - Menulis, menulis, dan menulis

Guru SD di Negeri Atas Awan

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Vaksinasi: Antara "Sangsi dan Sanksi"

15 Januari 2021   09:54 Diperbarui: 15 Januari 2021   10:08 273
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sangsi dan sanksi adalah dua kata yang mempunyai kesamaan bunyi. Bunyinya sama, tapi penulisannya berbeda dan artinya juga berbeda. Dalam konteks bahasa Indonesia kata yang memiliki sifat demikian disebut homofon.

Hari-hari ini sebagian besar masyarakat dihadapkan pada dua kata tersebut, yakni, 'sangsi' dan 'sanksi.' Seperti diketahui sejak Rabu (13/1/2021), untuk mengatasi wabah Covid-19 pemerintah telah melakukan vaksinasi. Presiden Joko Widodo menjadi orang pertama yang divaksin. Selanjutnya diikuti para pejabat, tokoh, publik figur, dan nantinya akan berlanjut kepada masyarakat.

Vaksinasi merupakan bagian dari ikhtiar dalam memutus rantai penyebaran Covid-19. Yang menjadi permasalahan meskipun izin penggunaan darurat dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sudah turun dan Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga sudah mengeluarkan fatwa bahwa vaksin suci dan halal, namun sebagian masyarakat masih 'sangsi' (ragu) yang berujung pada penolakan untuk disuntik vaksin.

Menurut Dr. Endang Mariani, M.Psi, pengamat dan praktisi Psikososial dan Budaya UI, fenomena keraguan dan berujung pada penolakan merupakan reaksi yang wajar. Dari berbagai literatur hasil penelitian yang dterbitkan oleh sejumlah jurnal internasional terakreditasi disebutkan bahwa keraguan (hesitancy) dan penolakan (refusal) terhadap vaksin sudah menjadi fenomena yang ditemukan jauh sebelum pandemi Covid-19 terjadi.

Namun dari berbagai penelitian di beberapa negara ditemukan bahwa sebagian besar masyarakat (50-60 persen) bersedia divaksin. "Mereka (mau divaksin) dengan catatan, sudah ada rekomendasi dari health care providers, keamanan vaksin terjamin, tidak membahayakan kesehatan, efek samping baik jangka pendek apalagi jangka panjang sudah terbukti tidak ada atau sangat minimal, efektivitas vaksin telah teruji berdasarkan bukti klinis, kecenderungan politik mendukung, kehalalan vaksin terjamin, akses untuk memperoleh vaksin dengan biaya terjangkau tersedia," ujar Endang seperti dikutip merdeka.com.

Pentingnya Edukasi

Lantas bagaimana dengan masyarakat yang ragu dan menolak untuk divaksin? Perlukah ada sanksi atau denda? Jujur seandainya masuk kelompok pertama penerima vaksin dan ditanya saya masih ragu dan mungkin akan menolak. Dan, keraguan saya ternyata sudah diwakili oleh Mbak Ning (Ribka Tjiptaning).

Ribka Tjiptaning anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi PDIP dengan tegas menolak disuntik vaksin Covid-19. Dia menyampaikan hal itu dalam rapat kerja Komisi IX yang dihadiri Menkes Budi Gunadi Sadikin, Selasa (12/1/2021). Ribka bahkan siap membayar denda sebagai hukuman menolak vaksin Covid-19.

Lain Mbak Ning lain pula orang awam seperti saya. Mau menolak tak punya nyali, bayar denda tak punya duit, tetapi dalam hati masih 'sangsi' dengan vaksin. Menerima atau menolak adalah hak masing-masing pribadi. Seharusnya tidak ada paksaan untuk itu.

Namun di sisi lain ada pejabat yang mengatakan mereka yang menolak vaksin akan ada sanksi pidana atau denda. Beberapa daerah juga sudah menyiapkan peraturannya. Apakah penerapan sanksi itu sudah tepat? Apakah menolak vaksin termasuk sebuah kejahatan atau pelanggaran? Apakah pemerintah sudah menyiapkan langkah lanjutan apabila ada dampak ikutan pasca vaksinasi?

Pertanyaan-pertanyaan itu seolah muncul bertubi-tubi di tengah masyarakat. Sebenarnya bagi masyarakat pandemi ini sudah dirasa sebagai sanksi. Adanya pembatasan kegiatan dengan penerapan protokol kesehatan sudah merupakan sanksi tersendiri. Hari-hari dilalui dengan perasaan was-was, takut, dan sedih. Sedih karena kehilangan kehilangan pekerjaan akibat PHK. Sedih karena kehilangan anggota keluarga. Masyarakat sudah jenuh dan ingin segera keluar dari pandemi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun