Tantangan GuruÂ
Jika "New Normal" diterapkan di bidang pendidikan khususnya di sekolah akan menjadi tantangan berat bagi guru. Guru akan menghadapi pilihan-pilihan yang tidak mudah. Contoh sederhana, selama ini untuk menanamkan pendidikan karakter sekolah telah menerapkan budaya 3S (salam, senyum, sapa).
Untuk menanamkan budaya 3S di lingkungan sekolah tak semudah yang dibayangkan. Peran guru sebagai agent of change benar-benar diuji. Diawali dari kebiasaan guru; harus berangkat lebih awal, bermuka manis, dan siap menyambut peserta didik antre bersalaman di gerbang sekolah sejak pagi. Namun, setelah habituasi ini terbentuk pada era "kenormalan baru" nanti harus diubah.
Di era "kenormalan baru" guru dituntut untuk mencari atau menggali potensi dalam diri dan mengubahnya menjadi sesuatu yang dapat dijadikan sebagai kelebihan atau daya tarik. Guru harus melakukan apa yang seharusnya dilakukan dan tidak melakukan hal-hal yang seharusnya tidak dilakukan.
Perlu diingat, ada 3 dimensi yang perlu dikembangkan dalam pembangunan manusia Indonesia yang berkepribadian yaitu; cerdas, sehat, dan berbudi pekerti luhur.Â
Guru memegang peran penting dalam membekali peserta didik dengan ketiga dimensi itu. Setidaknya sebagai benteng menghadapi tatanan kehidupan baru. Untuk itu, guru harus bersiap diri dan mengambil peran antara lain:
Pertama, sebagai agen of change. Guru hendaknya dapat menjadi figur yang dapat diteladani oleh peserta didik. Dalam hal ini menjalankan semua anjuran pemerintah terkait dengan penanganan wabah Covid-19.
Kedua, harus sense of crisis. Guru harus memiliki kepekaan terhadap krisis yang sedang melanda saat ini. Peka terhadap kemampuan peserta didik, orang tua, dan lingkungan.Â
Sinergitas semua unsur dibutuhkan demi keberlangsungan kegiatan pembelajaran di sekolah. Agar tercipta pembelajaran yang efektif dan efisien dukungan orang tua dan lingkungan mutlak diperlukan.
Ketiga, sebagai filter infomasi. Guru harus mengambil peran sebagai filter terhadap semua informasi yang berkembang dan beredar di masyarakat.Â
Guru harus aktif untuk update informasi agar mampu berperan sebagai sumber informasi terpercaya. Guru juga harus bisa menyaring setiap informasi sebelum disampaikan kepada peserta didik. Jangan sampai guru justru sebagai agen berita bohong atau penyebar hoaks kepada anak. Maka, prinsip saring sebelum sharing, harus benar-benar dipegang seorang guru.