Hari Kebangkitan Nasional diperingati setiap tanggal 20 Mei. Hari ini Rabu, 20 Mei 2020 bangsa Indonesia kembali memperingati hari Kebangkitan Nasional. Berdasarkan catatan sejarah tahun ini adalah peringatan yang ke-112.
Bagi kalangan milenial, belajar sejarah mungkin sesuatu yang kurang menarik. Di sekolah muatan pelajaran sejarah porsinya juga sangat terbatas. Bahkan hanya diselipkan pada muatan pelajaran lain.
Maka, menjadi sebuah keprihatinan jika peringatan hari-hari besar nasional hanya sebatas ritual tanpa makna. Termasuk dalam memperingati Hari Kebangkitan Nasional ini. Lantas, hikmah apa yang bisa dipetik dari peringatan Hari Kebangkitan Nasional?
Hari kebangkitan Nasional 20 Mei sebenarnya merupakan hari lahirnya sebuah organisasi bernama Boedi Oetomo (Budi Utono) pada 20 Mei 1908. Tepatnya 37 tahun sebelum Indonesia Merdeka. Mengapa organisasi ini dipandang sebagai pelopor kebangkitan nasional?
Tak lain karena misi perjuangannya yang sangat berani mendobrak kemapanan ketika pemerintah Hindia Belanda waktu itu menguasai Nusantara dengan taktik devide et impera melalui pembentukan kasta-kasta sosial.
Kegagalan perlawanan terhadap penjajah yang bersifat kedaerahan menggugah kesadaran Budi Utomo untuk bangkit berjuang melalui cara lain. Budi Utomo memperjuangkan kesetaraan pendidikan bagi kaum pribumi atau rakyat jelata agar mendapat hak pendidikan seperti kaum elit atau priyayi. Mereka sadar bahwa hanya melalui pendidikan nasib suatu bangsa dapat diperjuangkan.
Semangat ini mestinya bisa ditiru tatkala bangsa kita saat ini sedang berjuang menghadapi pandemi. Tentu semua berjuang sesuai dengan perannya masing-masing. Penyelenggara negara dengan kebijakan yang melindungi warganya, tenaga medis berjuang dengan keahliannya, dan warga berjuang dengan taat mengikuti aturan yang ditetapkan.
Covid-19 telah mengajarkan banyak hal kepada kita. Kesabaran dan kepatuhan kita diuji. Masih dijumpai banyak warga mengabaikan anjuran jaga jarak, jauhi kerumunan, sering cuci tangan, pakai masker, jaga kebersihan diri, dan lingkungan.
Namun, ujian terberat adalah menghindari silang pendapat yang tak pernah ada kata henti. Bahkan hingga akhir Ramadan ini. Dari kebijakan pemerintah yang membingungkan, kerumunan di bandara, tagar Indonesia terserah, hingga perdebatan shalat Idul Fitri di lapangan atau di rumah.
Jika energi habis hanya untuk berdebat kapan kita akan keluar dari pandemi? Saatnya kita belajar dari sejarah para pendiri bangsa termasuk pendiri Budi Utomo. Mereka sudah susah payah bangkit dan berjuang hingga bangsa ini meraih kemerdekaan. Kini tugas kita untuk merawat dan mengisi kemerdekaan.
Mari bangkitkan optimisme kita!. Ramadan tahun ini kita tidak hanya dilatih untuk menahan lapar, dahaga, dan melakukan hal-hal yang membatalkan ibadah puasa. Tetapi juga diuji kesabarannya untuk tetap di rumah. Belajar di rumah, bekerja di rumah, ibadah di rumah, dan lebaran di rumah.