Lebaran tahun ini mungkin menjadi lebaran tersepi yang saya alami. Dahulu, lebaran sudah disambut sejak awal bulan puasa. Ibu-ibu sudah mulai melirik baju baru untuk anggota keluarga. Di kampung-kampung sudah mulai terlihat jemuran rengginang di mana-mana.
Suasana semakin terasa di akhir bulan puasa. Setiap orang berlomba-lomba membuat kue khas lebaran. Aroma opor ayam mulai tercium dari sudut-sudut jendela. Semua dilakukan dalam suasana hangat dan bahagia untuk menyambut Idul Fitri tiba. Saatnya untuk saling memaafkan atas salah dan khilaf antar sesama.
Lebaran tahun ini menjadi lebaran yang berbeda bagi keluarga saya. Di tengah badai korona lebaran tetap disambut dengan gembira. Sejak awal bulan puasa, anak-anak sudah sepakat merayakan lebaran secara sederhana. Di rumah saja.
Keseruan membuat kue juga tidak ada. Semua anggota keluarga sepakat untuk kebutuhan kue lebaran akan pesan saja. Tawaran kue kering datang dari mana-mana. Ada yang datang langsung ke rumah ada pula yang lewat WA.
Ternyata dari banyak pilihan kue lebaran nastar menjadi pilihan utama. Nastar menjadi kue kering pilihan mereka. Sebenarnya saya tidak begitu suka dengan kue yang satu ini. Tetapi karena menghargai suara terbanyak saya makmum saja. Kata anak-anak lebaran tanpa nastar akan terasa semakin ambyar. Ya sudah saya ikut hasil poling saja!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H