Mohon tunggu...
Rokhman
Rokhman Mohon Tunggu... Guru - Menulis, menulis, dan menulis

Guru SD di Negeri Atas Awan

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Edisi Curhat: Tertundanya Cukur Rambut hingga Wacana Cukur Gaji

5 Mei 2020   21:01 Diperbarui: 5 Mei 2020   20:58 120
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ramadan tahun ini terasa sangat berbeda. Meskipun lama waktu setiap hari sama tetapi siang hari terasa sangat panjang. Hari-hari seperti malam minggu semua. Sangaaat panjang!. Padahal waktu berpuasa juga sama dari terbit fajar sampai tenggelam matahari.

Itulah curhat anak ragil saya yang masih duduk di kelas 3 SD. Ia baru berlatih puasa sampai magrib dua tahun ini. Tahun lalu sudah mampu puasa sampai magrib tetapi tidak tuntas satu bulan penuh. Masih puasa bedug, di awal dan akhir bulan.

Tahun ini godaan puasanya lebih besar. Karena wabah korona mau tidak mau ia harus tetap tinggal di rumah. Pagi sudah sibuk belajar daring mengerjakan tugas dari guru kelasnya. Siang mulai berulah bikin masalah dengan kakak-kakaknya. Ini merupakan jurus maut agar puasanya batal.

Lain anak lain pula curhat bapak. Saya bingung mau potong rambut. Sejak pertama wabah korona dikabarkan masuk Indonesia, saya belum potong rambut. Mau cukur ke salon ada perasaan takut. Padahal salon langganan saya buka seperti biasa. Inilah momen tersulit yang saya rasakan di Ramadan tahun ini.

Padahal biasanya saya potong rambut rutin sebulan sekali. Bisa dibayangkan betapa gatalnya kepala ini, meski rutin keramas tiap hari. Akhirnya, saya beranikan diri untuk dicukur istri. Meskipun istri tak ada riwayat kerja di salon ternyata mempunyai bakat mencukur juga.

Plong, berkuranglah beban kepala saya, ringan rasanya. Tetapi ada satu lagi yang membuat perasaan saya ketar-ketir. Saya mendengar selentingan Mas Ganjar (Gubernur Jateng), ada wacana akan mencukur 50% gaji ASN.

Alamak, jika benar wacana itu direalisasikan menjadi sebuah kebijakan urusan kendil bakalan ambyar. Bagaimana tidak, anak meskipun anak yang kuliah kumpul di rumah tetap bayar kost dan biaya kuliah. Sementara anak yang di pondok juga tetap bayar uang syahriah. Satu-satunya anggaran yang tidak dibelanjakan hanya uang jajan si bungsu karena biasa jajan diminta harian setiap masuk sekolah.

Sialnya, tega-teganya ada orang yang mengatakan Guru ASN tidur dan slonjoran masih digaji. Padahal selama pandemi ini saya merasa tetap kerja. Pagi kerja menteleng di depan laptop dan HP untuk memandu anak belajar daring. Seminggu dua kali juga ada jatah piket di sekolah. Tagihan pekerjaan yang berkaitan administrasi juga datang silih berganti. Terus kapan saya bisa slonjor?

Kalau pun omongan itu benar dan didukung data akurat menyebut profesi guru hanya tidur tetap digaji rasanya tidak etis. Apalagi di masa pandemi. Jujur saya sebagai guru ASN lebih senang mengajar di depan kelas daripada jam dinas slonjoran di rumah. Tapi ini kan situsai darurat. Siapa sih yang betah berlama-lama di rumah meskipun itu rumah sendiri. Meskipun saat ini semua orang bebas ngomong, tolong pahami! Kebijakan "DiRumahAja" adalah keputusan pemerintah bukan kehendak kami para ASN. Salam.       

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun