Awal puasa, harga sejumlah kebutuhan pokok di sejumlah wilayah mengalami kenaikan. Tak terkecuali di Pasar Karangkobar, Banjarnegara. Pasar Karangkobar adalah pasar tradisional terbesar di wilayah Banjarnegara utara. Pasar ini merupakan pasar rakyat  paling ramai di jalur lintas Banjarnegara -- Wanayasa yang menuju ke kawasan Dataran Tinggi Dieng.
Pasar Karangkobar menjadi tempat bertemunya para penjual dan pembeli, dengan aktivitas kesehariannya. Aktivitas mulai nampak sejak pagi subuh. Deretan sepeda motor penjual terparkir sepanjang jalan. Sebagian besar adalah pejual sayuran keliling yang sedang kulak dagangan.
Selain menyediakan kebutuhan dasar masyarakat berupa bahan makanan pokok (sembako), di pasar ini juga terdapat banyak toko aneka pakaian, alat elektronik, apotek, dan kebutuhan lainnya. Di samping itu, fasilitas publik seperti bank, Puskesmas, dan kantor layanan milik pemerintah juga tak jauh dari pasar ini.
Dengan lokasi yang strategis, Pasar Karangkobar menjadi barometer untuk mengetahui harga-harga kebutuhan pokok di wilayah Banjarnegara atas. Secara umum harga bahan pangan pokok di pasar ini relatif stabil. Beras IR64 premium berkisar Rp11.000/kg, IR64 medium Rp10.000/kg, minyak goreng kemasan Rp13.000/ltr, minyak goreng curah Rp12.000/ltr, daging sapi super Rp120.000/kg, daging sapi biasa rp110.000/kg, daging ayam ras Rp30.000/kg, daging ayam kampung Rp65.000/kg, telur ayam negeri Rp25.000/kg dan telur ayam kampung Rp2.500/butir.
Salah satu bahan pokok yang mengalami kelangkaan dan kenaikan harga adalah gula kristal atau gula pasir. Akibat kelangkaan gula pasir mempengaruhi produksi makanan olahan berbahan gula. Di Banjarnegara, banyak Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) yang mengandalkan gula pasir sebagai pemanis. Contohnya, manisan carica dan salak yang merupakan produk unggulan Banjarnegara.
Kedua produk ini mengandalkan gula pasir sebagai bahan pemanis. Gula pasir tidak bisa digantikan dengan gula kelapa. Karena gula pasir cenderung netral dan tidak merubah warna makanan. Hal ini dibutuhkan untuk produk olahan semacam manisan atau sirup.
Di sisi lain bagi petani salak, wabah corona juga menghantam usaha mereka. Salak kini hanya dihargai Rp1.500 per kilogram. Padahal sebelumnya petani masih bisa menjual Rp4.500 per kilogram. Dengan harga itu petani masih untung. Tapi  kini para petani membiarkan salaknya membusuk di pohon lantaran tidak ada pembeli.
Harga salak anjlok semenjak wabah corona. Pembatasan sosial berpengaruh signifikan. Tengkulak jarang mendatangi lahan petani karena kesulitan mengirim ke kota. Petani kesulitan memasarkan memasarkan hasil panennya. Mereka membiarkan buah salak membusuk di kebun. Hal yang sama juga dirasakan oleh petani sayuran di wilayah pegunungan Banjarnegara.
Gara-gara corona gula pasir entah ngumpet di mana. Meskipun harganya masih berkisar Rp17.500 -- Rp20.000 per kilogram namun keberadaan langka. Di beberapa minimarket masih tersedia tetapi pembeli dibatasi dengan beberapa persyaratan. Harus beli produk inilah, harus belanja nominal tertentu, dan sebagainya. "Gara-gara corona gula pasir langka petani merana!"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H