Mohon tunggu...
Oman Salman
Oman Salman Mohon Tunggu... Guru - Guru SD. Surel: salmannewbaru@gmail.com

Sedang belajar memahami anak dan ibunya...

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pelajaran tentang Kesederhanaan dan Tanggung Jawab ala Ibu Sedari Kanak-kanak

17 November 2020   13:53 Diperbarui: 17 November 2020   13:55 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: nasional.kompas.com

Kami tinggal di kampung dengan kehidupan sederhana. Makan dengan lauk-pauk seadanya. Waktu itu mie instan adalah barang mewah. Jika makan dengan mie instan itu bahagianya bukan main.


Jika ibu memasak telur dadar, maka satu telur dibagi untuk empat orang. Sarapan dengan tempe tepung dan rujak kecambah setiap hari sebelum berangkat sekolah (Madrasah Ibtidaiyah) dan ditambah bekal uang jajan kami, 50-100 rupiah, sudah cukup untuk sekolah sampai pukul 12 siang. Kalau sudah begitu, berangkat sekolah dipenuhi rasa gembira.


Beruntung orang tua kami memiliki beberapa petak sawah yang ditanami padi. Sehingga untuk beras tidak perlu membeli. Cukup menggiling padi dari tumpukan stok gabah kering. Mungkin istilahnya waktu itu keluarga kami sudah swasembada pangan. Juga keluarga-keluarga lainnya di kampung yang memiliki sepetak dua petak sawah.


Para tetangga yang kebetulan tak punya sawah pun berkesempatan memiliki stok padi dengan cara ikut menanam padi (tandur) dan nanti di musim panen membantu memanen. Hasil panennya ditimbang lalu se-per sekian-nya ada jatah untuk tetangga yang ikut tandur dan panen tersebut.


Diantara hitungannya, ada yang 4:1 atau 5:1. Maksudnya adalah dari 4 atau 5 kilo padi basah yang didapatkan, maka 3 atau 4 kilonya untuk pemilik sawah, 1 kilonya untuk tetangga tadi. Dari sistem ini, tetangga yang tidak memiliki sawah pun dapat merasakan atau menikmati padi hasil panen. Bahkan, kalau yang tenaganya masih kuat, bisa mendapatkan berkuintal-kuintal padi dan cukup untuk stok beras keluarganya.


Selain kesederhanaan dalam pola makan, yang masih teringat dalam kenangan saya adalah kesederhanaan dalam berpakaian. Biasanya kami punya baju baru itu setahun sekali, ketika lebaran. Wah... Itu udah seneng banget deh.


Ibu selalu mendidik kami untuk hidup sederhana dan tidak boros. Belakangan saya merasa dengan kesederhanaan kami dididik untuk memiliki rasa syukur atas apa yang kita miliki dan tidak mudah iri pada apa yang tidak kami miliki dari kehidupan orang lain.

 
Selain tentang kesederhanaan, sejak kecil kami diajarkan bagaimana mengemban tanggung jawab. Diantaranya adalah:


1. Nimba atau mompa air sebelum shalat subuh. Masa kecil saya yang tahun 90-an, adalah masa ketika mesin air masih merupakan barang mewah. Oleh karena itu, jarang sekali (untuk mengatakan tidak ada) yang memilikinya di kampung kami. Bahkan masyarakat waktu itu belum memiliki sumur sendiri, sehingga sumur umum (kebanyakan milik musholla) merupakan tempat mandi dan cuci bersama. 

Beruntung kami sudah memiliki kamar mandi sendiri walau dengan alat pompa air. Nah, untuk mengisi bak mandi itulah, ibu kami membagi tugas kepada kami untuk mompa air sebelum mandi subuh. Waktu itu saya bergantian dengan kakak saya yang hanya terpaut dua tahun. Kami masih sama-sama duduk di madrasah ibtidaiyah. Tidak ada alasan untuk tidak bangun sebelum subuh waktu itu. Kecuali sedang sakit.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun