Di Inggris konsep kesusastraan tidak dibatasi hanya sebagai tulisan-tulisan kreatif atau imajinatif. Pada Abad XVIII kesusastraan dipahami sebagai tubuh menyeluruh dari tulisan yang bernilai dalam masyarakat seperti sejarah, esai, surat, dan juga puisi. Sebuah teks dianggap sastra bukanlah karena fiksionalitasnya, melainkan karena kecocokannya dengan standar tertentu mengenai “tulisan-tulisan sopan”.
Melihat penjabaran itu, tampaknya semiotik juga semestinya menjadi pelajaran berharga bagi kehidupan kita. Sebab semiotik bisa saja adalah teguran secara halus. Semiotik boleh jadi penjelasan secara bijak tentang sesuatu yang sulit dijabarkan dalam kata-kata. Karya sastra kental dengan semiotik.
Lewat semiotik dalam karya sastra penerapannya dapat dilakukan dalam kehidupan sehari-hari. Tanda-tanda sosial telah disajikan di hadapan mata.
Tugas kita menafsirkannya secara bijak. Apalagi di tahun politik. Semiotik lebih kental terasa. Sajiannya variatif. Nyata rada fiktif. Fiktif terasa nyata. Semoga kita semua bisa memilah. Selamat bersemiotika.
Penulis:
Ahman Sarman
Kepala SMP Negeri 12 Wonosari, Kabupaten Boalemo, Gorontalo