Banyak orang lebih suka berkhabar tentang kegagalan orang tapi sedikit berkhabar keberhasilan orang. Banyak orang lebih gemar berkhabar kekurangan orang tapi sedikit berkhabar karya diri sendiri. Banyak orang mencintai berkhabar keinginan dan angan besar tapi sedikit berkhabar tentang memulai dari hal kecil. Banyak orang hobby berkhabar makian tapi sedikit berkhabar tentang semangat. Celakanya, perspektif "banyak orang" ini pula yang digunakan team sukses pemenangan. Celakanya, perspektif "banyak orang" ini pula yang digunakan simpatisan. Celakanya, perspektif "banyak orang" ini pula yang digunakan oleh calon pemilih.
Berkhabar dan memilih sesungguhnya sederhana. Berkhabar itu sederhana: tunjukkan yang telah dilakukan, tunjukkan yang akan dilakukan, katakan maaf untuk yang gagal diwujudkan, dan katakan semangat untuk yang akan diupayakan. Memilih pula pun sesungguhnya sederhana: pelajari siapa yang akan dipilih, apa yang sudah dilakukannya, apa yang akan dilakukannya, timbang-bandingkan, lalu pilih saat perhelatan pemilu digelar. Sederhana sesederhana bernafas. Tapi gagap-merdeka kadang bikin banyak orang gagap ngga jelas menempatkan posisi sebagai peran apa: team sukses engga pemilih sederhana juga engga jelas. Orang demikian saling cela-saling serang opini dalam ruang publik yang ngga jelas. Ngga peduli sosial media internet, facebook, blog, whatsup, BB, sms, koran, pengajian, mimbar khutbah, hingga perbincangan keseharian. Mendadak rame-rame jadi team sukses tanpa bekal data cukup: ujung-ujung cuma reproduksi black-campign. Jadi ngga jelas ini sebuah budaya cerdas atau bubal bebal yang telah tercipta. Pemilih ya memilih saja, kalah menang itu urusan team sukses: itu namanya profesional karena ada banyak pekerjaan bisa dilakukan bukan cuma berdebat apa yang mau dipilih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H