[caption id="attachment_220915" align="alignleft" width="786" caption="Salah satu adegan dalam pementasan BALAKSONG di Bentara Budaya Jakarta, Kamis (6/11). Rencananya Teater Popular juga akan menampilkan lakon yang sama di Benatara Budaya Jogjakarta dan Bali."][/caption] Dua orang terlihat akrab di sudut penjara. Seorang ialah penjaga penjara dan seorang lagi narapidana. Keakraban selama 10 tahun itu harus berakhir sesaat setelah mereka bermain domino. Mereka tersenyum, berjabat tangan seolah seperti sahabat kental. Serentak mereka mengatakan satu jargon yang biasa mereka serukan “Buka mata, buka telinga dan terus waspada.”
Adegan di atas merupakan penggalan adegan pementasan Teater Populer bertajuk BALAKSONG di Bentara Budaya, Kamis (6/11). Drama satir yang diadaptasi dari naskah Slamowir Mrozek berjudul ‘Polisi’ ini disutradari aktor senior Slamet Rahardjo. Lewat pementasan ini, Slamet ingin menyuarakan, betapa kehidupan saat ini mengerikan. “Hidup saat ini kacau. Sesama manusia saling menjatuhkan saling jegal, kalau perlu bisa saling bunuh. Karena itu waspada. Buka mata, buka telinga,” ujarnya.
Drama yang dimainkan dalam tiga babak ini mengikisahkan bahwa setiap peran memiliki ‘skenario’ untuk dimainkan. Tak jarang intrik dan konflik terjadi demi kepentingan masing-masing. Kepala penjara misalnya, ia berupaya agar sistem yang ada terus berjalan. Ia tak ingin penjaranya kosong dan ia kehilangan pekerjaan. Sedangkan intel kota merupakan pribadi tulus yang polos. Kendati batinnya tertekan karena selama bertugas harus berpakaian sipil, ia merupakan orang yang paling setia pada negara dan tugas yang diembannya.
Jenderal digambarkan sebagai lelaki gagah dengan pakaian jenderal lengkap dengan bintang jasa kendati penakut. Berbeda lagi dengan tokoh politisi yang awalnya menjadi tahanan dan akhirnya menjadi ajudan jenderal. Sejak awal ia ingin menggoyang kekuasaan pemerintah. Segala cara ia lakukan untuk melancarkan aksinya, termasuk berpura-pura tobat dan hormat pada baginda raja dan tuan muda. Di akhir cerita, ia dengan licik mempengaruhi kepala penjara dan intel kota untuk ikut serta dalam aksi melempar geranat kepada jenderal.
Para tokoh tak ubahnya pemain domino yang berjudi dan berusaha untuk menang. “Di tengah kekecauan sistem seperti itu, yang menang ialah orang yang tulus. Intel kota itu gambaran pemenang. Dari awal ia menjaga ideologinya untuk tetap tulus dan setia pada negara,” ungkap pemeran kepala penjara Rikrik Rizkiyana. Kisah BALAKSONG berakhir pada situasi di mana kepala penjara, jenderal dan politisi tersebut dijebloskan ke penjara dengan aneka tuduhan. “Saat para wanita itu bertanya ‘lalu siapa kepala penjaranya?’ jawabannya intel kota yang kemudian dan pantas menjadi kepala penjara,” tambah Rikrik.
Kecerdikan memanfaatkan peluang ternyata harus diikuti ketulusan bila seseorang ingin berhasil mewujudkan harapannya. Membuka mata, membuka telinga dan tetap waspada merupakan bentuk kecerdikan seseorang mencari peluang. Namun, sering manusia lupa untuk membuka hati agar ia tetap tulus dan bertangung jawab kehidupan ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H