Orang Indonesia terbukti banyak yang kreatif, walaupun kadang kreatif yang nakal. Nah, menghadapi Kebijakan Ganjil Genap juga kira-kira mah mereka pun akan mengeluarkan jurus-jurus kreativitasnya, yang mungkin nggak kepikiran sebelumnya oleh para pembuat kebijakan, sehingga jangan-jangan malah bisa menggagalkan kebijakan tersebut.
Apa saja ya, “kiat-kiat” mereka dalam “menanggulangi” Kebijakan Ganjil Genap yang diberlakukan di beberapa ruas jalan di Jakarta? Mari kita lihat beberapa di antaranya... (mau nambahin? Monggo, ndak dilarang kok...).
- Beli mobil (baru) dan sekalian pesan nopol yang diperlukan, maksudnya kalau mobil yang sekarang dimiliki bernopol ganjil, untuk mobil yang baru ya mesti genap nopolnya; dan sebaliknya. Ah yang ini mah agaknya untuk kaum “the have” deh ya... Apa kira-kira konsekuensinya? Pertama, produsen mobil mah pastinya akan tersenyum bahagia karena produknya laku lebih banyak. Kedua, parkiran mobil di depan rumah akan makin banyak, karena belum tentu garasi yang sekarang dimiliki akan cukup untuk tambahan mobil baru. Lha ya bayangkan saja bagaimana “umpel-umpelan” nya tuh mobil, wong jalan di Jakarta ‘kan banyak juga yang sempit, ‘kan..? Untuk orang-orang yang sugih tenan mah ya pindah saja ke rumah baru yang garasinya cukup untuk banyak mobil, beres dah...
- Beli mobil bekas yang nopolnya sesuai dengan yang diperlukan. Trus ndak dibalik nama, atau dibalik nama dengan sekalian pesan nopol yang diperlukan. Akibatnya? Idem yang di atas...
- Untuk perusahaan-perusahaan yang punya banyak mobil operasional, bila menggandakan jumlah mobilnya mungkin akan terlalu berat, selain bahwa kemungkinan besar mereka pun tidak mempunyai tempat parkir yang memadai untuk mobil-mobil tambahan. Akibatnya mereka harus mengatur ulang penugasan untuk mobil-mobil tersebut agar sesuai ganjil-genapnya dengan tanggal penugasan ke jalan-jalan yang dikenai kebijakan ganjil-genap. Bagaimana untuk mobil para Boss? Ya tergantung sih... kalau perusahaannya kaya, ya mungkin dibelikan mobil ke dua, toh jumlah Boss biasanya nggak banyak-banyak amit...
- Mobil rental akan kesulitan kalau disewa lebih dari sehari. Kalau merentalnya hanya dari Bandung mungkin mobilnya disuruh kembali ke Bandung (sementara penyewanya menginap di Jakarta) dan besoknya kembali dengan ganti mobil yang nopolnya sesuai...
- Berhubungan dengan butir nomor 4 di atas, karena mobil rental rasanya masih banyak yang berplat nomor hitam, sehingga tidak dikecualikan dalam kebijakan ini, mungkin mereka akan mengubah plat nomornya menjadi kuning. Good... Good... Good...
- Untuk kantor atau hotel yang mempunyai jalan samping atau jalan belakang, ini akan menjadi lebih padat dilalui mobil-mobil yang nopolnya sedang tidak sesuai dengan tanggal... Untuk kantor atau hotel yang tidak mempunyai jalan samping atau jalan belakang, tetapi mempunyai potensi untuk itu, maka kemungkinan akan membuatnya, termasuk mungkin kalau untuk itu harus membeli tanah untuk membuat jalan tembusan...
- “Mengganti sementara” plat nomor kendaraan dengan nomor yang sesuai dengan tanggal [Hal yang mirip konon banyak terjadi pada mobil-mobil berplat merah dalam menghadapi larangan mengisi mobil dengan BBM bersubsidi. “Ah daripada harus bayar mahal beli Pertamax, plat nomornya saja yang diganti sementara dengan plat nomor hitam biar bisa beli bensin premium... toh di SPBU mh ndak ada polisi...”]. Plat nomor ini digantinya di dekat-dekat sebelum memasuki “jalan terlarang”, dan nanti diganti lagi setelah meninggalkan “jalan terlarang” tadi... Catatan: hati-hati ya pada saat mengganti nomor plat kendaraan, jangan-jangan didatangi Om Polisi atau “tertangkap” kamera CCTV...
- Mengubah pola perjalanan. Melalui jalan di luar jalan yang diberlakukan. Akibatnya mudah ditebak: di jalan alternatif mobil akan lebih membludak dan macet deh...
- Mengubah hari atau tanggal perjalanan sehingga sesuai dengan nopol mobil. Nah yang ini yang “aman” bagi kemacetan... Sayangnya ini tidak selalu bisa dijalankan, kecuali kalau kita adalah Pak Boss yang bisa ngatur ini-itu semau kita...
- Naik angkutan kota. Siip dah, kalau ada banyak warga yang memilih ini. Tapi angkotnya sudah siap belum ya..? Baik dalam kuantitas maupun kualitas layanan gitu lho... [Untuk uraian lebih rinci, silakan baca: http://www.kompasiana.com/om-g/apa-yang-diharapkan-oleh-penumpang-bis-kota_5695d2e63eafbd72048b4568]. Mungkin ini dikombinasikan dengan cara “park and ride”, parkir di daerah asal dan menggunakan kendaraan publik di luar kota. Ini bisa sukses asal tempat parkirnya cukup dan biaya parkirnya digratiskan atau yang bertarif perhari, jangan yang per-jam...
- Naik taxi bareng-bareng teman sekantor yang rumahnya berdekatan.
- Mirip dengan yang di atas, pakai mobil barengan teman yang kantor dan rumahnya berdekatan. Jadinya bisa gantian deh, hari ini pakai mobikl kita, besok pakai mobil tetangga. Yang butir nomor 11 dan 12 juga akan berakibat adanya kenaikan efektivitas penggunaan kendaraan. Dengan ini jumlah kendaraan yang berlalu lalang akan berkurang sehingga mengurangi kepadatan lalu lintas... Efek lain: kita akan makin akrab dan saling mengenal dengan tetangga...
- Untungnya angkot/kendaraan umum dikecualikan dari kebijakan ini ya... Kalau ndak, lha bakal repot...
- Dan last but not least, mestinya sih selain mengecualikan mobil-mobil angkutan umum, kebijakan ini juga mengecualikan mobil Bapak Presiden dan Bapak Wakil Presiden ya... Kalau tidak, lha piyé iki, mosok Pak Presiden dan Pak Wapres jadi ndak bisa ketemu, kecuali di lokasi yang tidak dikenai kebijakan ini, atau harus di hari libur di mana aturan ini tidak diberlakukan... Hehe, becanda ini mah, Om dan Tante...
Nah begitu itu kira-kira yang bisa terjadi bila kebijakan nomor ganjil-genap diberlakukan. Ini Om-G mah bukan mau menakut-nakuti, juga bukan pesimis... tapi agaknya ini harus diantisipasi. Betul?
Sekian dulu dari Om-G. Salam untuk semuanya. Bonne journée à tous...
Om-G.
[Kompasiana.com/Om-G].
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H