Yang namanya di Arab Saudi, rasanya sih (hampir) selalu iklimnya panas walaupun pada “musim dingin”. [Jangan bayangkan musim dingin seperti di Eropa yaks, di mana Om-G juga pernah mengalami winter dengan temperatur minus 30 derajat Celcius, padahal mah masih di Perancis doang, nggak sampai di negara-negara Scandinavia yang berada lebih dekat ke kutub].
Kalau tidak salah ingat, dulu Om-G berkesempatan pergi haji pada 2010 pada season kedua, sekitar awal November sampai hampir pertengahan Desember (memakai ONH biasa, jadi durasinya sekitar 40 hari. Pada saat itu, walaupun konon katanya sih sudah mendekati musim dingin, temperaturnya keukeuh saja panas, sekitar 35-48 derajat Celcius. (Kalau tidak salah, pada musim panas seperti musim sekarang ini, temperaturnya lebih panas, konon bisa lebih dari 55 derajat Celcius).
Balik lagi ke yang tadi ya...
Nah karena hawanya yang panas tadi, apalagi dengan kelembaban yang rendah karena jauh dari laut, bawaannya kita kepanasan terus. Katanya mah kita bisa pingsan segala kalau kepanasan terus, terlebih kalau kitanya sudah kakek-kakek atawa yang sejenisnya: nenek-nenek. Bisa-bisa mengganggu ibadah kita dong. Trus, bagaimana cara mengatasinya? Ya “ngadem” dong...
Bagaimana caranya? Ada berbagai cara, misalnya:
1. Menghindari berjalan jauh/terlalu lama di bawah terik matahari.
Ibadah haji memang merupakan ibadah yang cukup berat secara fisik, karena itu pembimbing dari KBIH nya Om-G sering mengingatkan para manula agar jangan terlalu “ngoyo” dalam beribadah haji. Misalnya menganjurkan agar shalat Zuhur mah dilakukan di mesjid dekat penginapan, tidak mesti harus selalu ke Masjidil Haram (kebetulan jarak dari penginapan kami ke Masjidil Haram cukup jauh, sekitar 2,5 km.
Karena itu kami para manula yang mempunyai “Faktor-U” biasanya baru berbondong-bondong berangkat ke Masjidil Haram selepas shalat Ashar, sekitar pukul 16.00, di mana matahari sudah agak lumayan “bersahabat”. Pulangnya biasanya selepas Isya. Ya ndak apa-apa toh? Wong sudah ndak panas lagi... Kalaupun melakukan i’tikaf di Masjidil Haram, dan pulang ke penginapan setelah Shubuh ya ndak apa-apa juga. Pagi-pagi mah masih segar kok... Apalagi, akan tambah nikmat kalau kita sambil menyeruput “teh susu” panas-panas... (Hallo para “alumni” haji, masih kebayang ‘kan, nikmatnya teh susu? Ngangenin ya..?).
2. Ngadem di Masjidil Haram.
Lha ya iya, di Masjidil Haram mah adem kok, katanya sih karena AC-nya ada banyak, walaupun pintunya tidak pernah ditutup, termasuk bagian yang menghadap ke bagian dalam/ke arah Ka’bah... Jadi ya kita bisa asyik beribadah deh tanpa merasa kepanasan. Apalagi di dalam Masjidil Haram itu ‘kan banyak disediakan keran-keran air Zamzam yang bisa kita minum sepuas-puasnya. Oh ya, di halaman Masjidil Haram juga ada kipas-kipas angin besar yang pada siang hari dijalankan, menghembuskan angin + air... Wus... wus... wus... Seger tenan deh... Gak percaya? Ya pergi haji saja yuk, dan buktikan sendiri...
3. Ngademdi Pertokoan.