Sistem ini mencakup langkah-langkah Engineering, Educating the people, Enforcing the law, Empowering the people, Enabling the system, Engaging the Top Management to the system, Endorsing the partners, serta Maintaining the system and carrying out the continuous improvement. Melalui penerapan sistem ini, pengimplementasian hasil-hasil rekomendasi dapat diharapkan akan berjalan dengan baik, efektif, dan sesuai dengan hasil yang diharapkan.
Berikut ini penjelasan untuk masing-masing elemen 7E-1M:
Engineering: Langkah perbaikan yang dimulai dengan identifikasi masalah secara luas, meliputi bukan hanya aspek-aspek teknis tetapi juga aspek psikologis, ergonomis, ke-sistem-an, manajemen dan sebagainya. Dari sini dikembangkan alternatif-alternatif perbaikan yang memungkinkan untuk dilakukan, yang dalam hal ini termasuk pula pengembangan sistem supervising/monitoring[1] untuk pengawasan dari implementasinya. Hal-hal yang dipaparkan pada tulisan di Bagian-1 pada dasarnya hanya berbicara mengenai E yang pertama dari Sistem 7E-1M ini.
Educating the people: Langkah sosialisasi mengenai semua aspek yang telah dirancang tadi kepada pihak-pihak terkait (terutama untuk para pelaksana dan masyarakat luas khususnya, dan para stake holder pada umumnya), melalui media yang sesuai dengan keperluannya (surat edaran, radio, tv, baligho, media sosial, internet, dsb.). Langkah ini mencakup pula sosialisasi mengenai sanksi bagi pelanggar (misalnya bagi pemonitor CCTV yang ketiduran atau meninggalkan posko nya).
Juga, kiranya perlu pula dilakukan evaluasi mengenai keefektifan pelaksanaan sosialisasi ini. Misalnya akan baik sekali bila pihak penyelenggara (dalam hal ini Pemprov.DKI cq. Dinas terkait) menyebarkan kuesioner (misalnya) mengenai apakah sebagian besar masyarakat sudah mengetahui dan mengerti apa yang disosialisasikan itu. Apakah mereka tahu bahwa JPO sekarang diawasi dengan CCTV, bahwa kalau ada “apa-apa” maka dalam sekejap para petugas akan datang ke situ memberikan pertolongan, bahwa kalau mempunyai komentar atau saran, mereka bisa menyampaikannya ke mana...
Yang jelas, sosialisasi sama sekali bukan hanya ditulis lalu disimpan di laci atau hanya sekedar dibikin poster yang kemudian dipasang di kantor Dinas yang bersangkutan.
Enforcing the law: Langkah penegakkan aturan yang konsisten, termasuk monitoring terhadap apakah semua aturan dan semua S.O.P. sudah dilaksanakan dengan semestinya dan monitoring terhadap penyimpangan atau pelanggaran. (Catatan: pelaporan hasil monitoring/supervising ini harus ditindaklanjuti, tidak hanya dicatat). Untuk pelaksanaan tugas ini mungkin perlu dibentuk tim monitoring [secara khusus atau dari para personil yang sudah ada, yang diberi pengayaan tugas (”job enrichment”). Lihat tulisan Bagian-1 ya...].
Empowering the People: Pemberdayaan semua pihak, baik pelaksana, pengatur maupun masyarakat umum yang barangkali karena pengalamannya (di kota atau negara lain), mempunyai ide-ide perbaikan lebih lanjut untuk perbaikan sistem keselamatan ini. Untuk ini perlu dibentuk, secara serius, suatu “Sistem Sumbang Saran” (suggestion system) yang tidak hanya menampung, tetapi juga menganalisis dan mengembangkan ide-ide dasar tadi, yang kemudian dibahas bersama dengan pihak-pihak terkait.
Misalnya, barangkali ada masyarakat yang mempunyai ide atau usulan tentang bagaimana cara efektif agar para petugas tidak mengantuk selama jam kerjanya (yang malam-malam...).
Enabling the System: Adalah peran Pimpinan Puncak (dalam hal ini Pak Ahok selaku Gubernur DKI) untuk memastikan bahwa perbaikan-perbaikan ini tetap berjalan sebagaimana mestinya, tidak hanya dilaksanakan dan berlaku di awal awal waktu saja. Sesuai kewenangannya, Pimpinan Puncak perlu memberikan dukungan penuh, termasuk untuk penganggaran dan penyediaan personil-personil (tambahan) yang diperlukan. Termasuk juga, Pimpinan Puncak pun harus mengantisipasi bila ada pihak-pihak tertentu yang ingin men-disable upaya-upaya perbaikan ini.
Engaging the Top Management to the System: Keterlibatan dan kedekatan Pimpinan Puncak terhadap upaya-upaya perbaikan yang sedang dikembangkan, misalnya dengan mengikuti rapat awal dari pokja-pokja yang dibentuk dalam rangka upaya-upaya perbaikan ini (paling tidak, sekali saja deh, mengikuti rapat dari masing-masing pokja...). Hal ini memberikan kesan keseriusan Pimpinan Puncak, dan juga, karena wawasan (pasti ada faktor “helicopter view” di sini) dan kewenangan yang lebih luas yang dimiliki Pimpinan Puncak, dan untuk memberikan arahan dan “meluruskan” penyimpangan yang bisa terjadi di awal-awal.