Mohon tunggu...
Herman R. Soetisna
Herman R. Soetisna Mohon Tunggu... -

Pelopor ergonomi industri terapan di Indonesia untuk peningkatan level K3, peningkatan produktivitas, peningkatan kualitas, dan peningkatan "quality of working life" ini -katanya- pernah bersekolah di Teknik Industri ITB, Université des Sciences Humaines de Strasbourg, dan Université Louis Pasteur, Strasbourg-France. Sekarang Om-G [G=Ganteng, hehehe jangan protes ya...], bekerja sebagai dosen di ITB dan Peneliti Senior di Laboratorium Rekayasa Sistem Kerja dan Ergonomi di ITB. Untuk yang ingin mengontak Om-G, silakan kirim e-mail via hermanrs@ti.itb.ac.id Wass, HrswG.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hallo..! Suka Sebal Nggak Kalau Sedang Nyetir Malam Hari, Trus Di Depan Kita Ada Mobil-Motor Yang Lampu Belakangnya Diubah Menjadi Putih?

28 Juli 2015   04:50 Diperbarui: 28 Juli 2015   04:50 3799
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

[Kompasiana.com/Om-G. Opini. Ergonomi Terapan].

Ada yang nggak merasa sebal? Kalau seperti itu sih agaknya ada dua kemungkinan: Pertama, sampeyan cuek-bebeknya amit-amit kebangetan banget dah... Ke dua, sampeyan memang gak bisa bedain antara warna merah dan warna putih [Nah, untuk yang ke dua ini mah kayaknya Om-G yang lebay, ya..? Hehehe, mohon ampun deh ya, mumpung kita sekarang masih di bulan Syawal...].

Terus terang Om-G mah sebal sekali kalau lagi nyetir malam-malam, trus di depan Om-G ada  mobil-motor yang lampu belakangnya diubah menjadi putih. Lah, napa memang?

Ya iyalah..! Dan bukan hanya sebal, itu juga bisa bikin celaka! Secara, lampu belakang kenda­raan (mobil dan motor), aslinya ‘kan berwarna merah; dan yang lampunya putih itu adalah lampu yang ada di bagian depan kendaraan. Sudah mengerti arah pembicaraan Om-G? Ya yang itu tadi: karena di benak kita ada anggapan bahwa lampu putih pada kendaraan menunjukkan bagian depan dari kendaraan, maka kalau di hadapan kita ada lampu berwarna putih, kita punya kecenderungan untuk menghindar (menghindari terjadinya tabrakan) yang sebenarnya mungkin tidak perlu dilakukan kalau itu adalah lampu belakang yang sudah dimodifikasi menjadi putih dan dia bergerak searah dengan kita; dan malahan bisa menjadi berbahaya kalau langkah penghindaran tadi dilakukan secara tergesa-gesa....

Lha Om-G, ‘kan semua kendaraan di sebuah lajur jalan punya arah maju yang sama? Ah siapa bilang? Pasti ada banyak orang di antara kita yang bisa memberikan “kesaksian” bahwa kadang-kadang (atau sering?) terjadi hal yang sebaliknya: Dengan alasan “Ah cuma dekat saja, kok...”, maka muncullah kejadian di mana sepeda motor (bahkan kadang-kadang mobil juga...) berjalan melawan arus lalu lintas yang seharusnya...

Dan terkaget-kaget lah kita karena dua hal: Kaget karena ada kendaraan di lajur kita yang datang dari arah berlawanan, dan kaget karena ada kendaraan lain yang kita sangka seperti itu (padahal nggak) “hanya” karena dia lampu belakangnya sudah diubah menjadi putih. Nah jadi nyampur deh antara lampu putih “dari hasil modifikasi” dan lampu putih yang memang ada di bagian depan kendaraan; dengan potensi akibat seperti yang telah Om-G tuliskan di atas. [Malahan Om-G beberapa kali pernah ketemu sama motor yang lampu belakangnya putih dan lampu depannya (lampu besar) diubah menjadi berwarna merah. Heu, amit-amit jabang bayi banget dah, sampeyan iki...].

Ada “dosa” tambahan lainnya: Kendaraan yang lampu belakangnya dimodifikasi menjadi putih itu, kalau sedang direm maka nyala lampu rem-nya itu menyilaukan mata kita yang kebetulan berada persis di belakang dia. Bener nggak? Pernah mengalaminya, ‘kan? Nah, setuju, ‘kan, bahwa hal yang seperti itu nyebelin?

Jadi bagaimana atuh?

Ya bagusnya mah para pemilik kendaraan tersebut pada “sadar sendiri” deh bahwa hal itu mengganggu orang lain dan bisa membahayakan, trus diganti deh lampu belakangnya dengan yang standar yang berwarna merah... [Tetaplah hindari, kalaupun misalnya ada yang  menganggap hal ini sebagai “kreativitas”. Percayalah bahwa masih terdapat banyak kreativitas lain yang membuat orang lain bahagia, bukan yang membuat orang lain ngedumel panjang lebar...].

Kalau nggak pada sadar juga, bagaimana?

Lha bagaimana ya? Bisa nggak ya minta tolong kepada Om dan Tante anggota Polri, khususnya yang berada di jajaran Satlantas untuk menilang mereka? Pliss ya, Om dan Tante... Lindungilah kami para warga yang baik ini dari kezaliman mereka [Hehe, lebay ‘kalee ya? Tapi intinya mah ya begitu itu...].

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun