Mohon tunggu...
Olyvia Hendarwati Msi
Olyvia Hendarwati Msi Mohon Tunggu... Penulis - Content Writer (Foreign Affairs Researcher)

Alumna: London School of Public Relations - Jakarta Higher School of Economics - Moscow

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Niche Diplomacy, Strategi Middle Power Di Tengah Kekacauan Dunia

25 Desember 2024   18:35 Diperbarui: 11 Januari 2025   10:52 72
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Prof. Dinno P. Djalal | Ilustrasi SWA metrics 2024

"We have no effective global strategy to deal with either". "Geopolitical divides are preventing us from coming together around global solutions." Antonio Gutteres (2024)

Niche Diplomacy muncul pada pasca perang dingin, dimana negara negara - negara yang tergolong middle power berperan penting sebagai penyeimbang kekuatan negara adikuasa yang membelah dunia menjadi dua kubu. 

Niche diplomacy juga menjadi strategi middle power yang bertujuan untuk berfokus pada suatu isu atau konflik tertentu karena tidak memiliki kekuatan seperti negara besar. Walaupun negara menengah ini memiliki keterbatasan tetapi masih memiliki cara lain yang signifikan bersifat persuasive dalam berpolitik. Selain itu juga negara tergolong menengah ini dikatagorikan sebagai mediator dan stabilitator sistem dunia. 

FPCI mengadakan konferensi tahunan CIFP (Conference on Indonesian Foreign Policy) di Jakarta, November 2024, mendiskusikan peranan negara - negara yang tergolong Middle power. Former Dubes Indonesia untuk Amerika Dinno P. Djalal, Konsep middle power menurutnya, Negara menengah dari Global North atau Global South  meningkatkan kerja sama dalam memperkuat hubungan multilateral, berupaya untuk membangun kepercayaan satu sama lain dan tidak memperkeruh persaingan Geopolitik.

"As global rifts deepen, middle powers can be the game -- changer in 21st century world order". Dino P. Djalal (2024)

Middle power, suatu label dari para peneliti dan akademisi yang mengartikan bahwa adanya kekuatan negara - negara Middle power di dunia yang didasari kemampuan secara (Weight) ekonomi, jumlah populasi (Size) serta ambisi yang besar untuk dapat berperan sebagai mediator untuk menjebatani langkah perdamaian dari ketegangan konflik negara besar. 

Konsep ini mengutamakan pendekatan diplomatik sebagai alat dan strategi alternatif secara persuasif tapi tidak memaksa, contohnya seperti adanya forum - forum internasional yang dimana para pejabat tinggi perwakilan negara berdiskusi dan berkerjasama untuk mencari solusi bersama tanpa melibatkan adanya paksaan atau menggunakan pendekatan kekuatan militer.

Pada diskusi CIFP ini banyak menuai pro dan kontra dengan jargon negara middle power karena menurut padangan Prof. Marty Natalegawa, Diplomasi merupakan cara yang diutamakan seperti Indonesia negara yang memiliki potensi besar dalam membawa peran perdamaian, diharuskan proaktif bukan hanya untuk "survive" di tengah konflik dunia. Diperlukan konsep yang relevan untuk menciptakan kepercayaan dengan cara seperti Rules of Behaviour, Code of Conduct dan mengedepankan jalur damai. Upaya diplomasi dengan konsisten dan berkelanjutan merupakan langkah yang tepat untuk menjadi dasar bagi organisasi internasional atau negara dunia untuk dapat saling percaya.

Middle power ini mampu menetapkan dan memengaruhi agenda internasional dan keterlibatan middle power dapat mendukung terciptanya perdamaian dan pemeliharaan tatanan dunia. Contoh lainya seperti, pembentukan lembaga - lembaga internasional, membangun koalisi, dan mungkin akan menjadi tantangan hegemoni negara besar. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun