Mahatma Gandhi adalah salah satu tokoh terbesar dalam sejarah India dan dunia, terkenal karena perjuangannya yang berdasarkan prinsip non-kekerasan (ahimsa) dan satyagraha (perjuangan dengan kebenaran). Ia dianggap sebagai pemimpin yang berhasil memobilisasi jutaan orang India untuk melawan penjajahan Inggris tanpa menggunakan kekerasan. Meskipun Gandhi memiliki dukungan yang luas dari rakyat India dan dunia internasional, perjuangannya tidak bebas dari tantangan besar, salah satunya adalah krisis kepercayaan yang muncul dalam hubungannya dengan berbagai kelompok politik dan sosial di India. Krisis ini berkaitan erat dengan ketegangan antar kelompok agama, perbedaan strategi perjuangan, dan pemahaman tentang kesetaraan sosial.
1. Krisis Hubungan dengan Pemimpin Muslim dan Pembentukan Pakistan
Pada dekade 1940-an, India berada di ambang perpecahan yang besar. Ketegangan antara dua komunitas terbesar di India, yaitu Hindu dan Muslim, semakin meningkat. Salah satu krisis terbesar yang dihadapi Gandhi adalah hubungan dengan Muhammad Ali Jinnah, pemimpin Liga Muslim yang berjuang untuk pembentukan negara Pakistan, yang pada saat itu dianggap sebagai negara yang mayoritas Muslim.Â
Gandhi, sebagai pemimpin utama Gerakan Kemerdekaan India, selalu menekankan pentingnya persatuan antara Hindu dan Muslim. Dalam banyak pidatonya, Gandhi mendorong kedua komunitas tersebut untuk bekerja bersama melawan penjajahan Inggris. Namun, pendekatannya yang inklusif dan kompromistis menghadapi tantangan besar, terutama dari pihak Muslim yang merasa tidak dihargai dalam politik India yang dominan Hindu. Jinnah, yang pada awalnya mendukung persatuan India, beralih menjadi pemimpin yang keras dalam memperjuangkan negara terpisah untuk umat Muslim. Ia merasa bahwa meskipun Gandhi berbicara tentang persatuan, dalam praktiknya Gandhi lebih banyak mendukung kepentingan politik Hindu. Baginya, Gandhi tidak cukup memberi perhatian terhadap hak-hak dan kepentingan umat Muslim, terutama terkait dengan jaminan keadilan politik dalam India pasca kemerdekaan.
Di sisi lain, kelompok Hindu konservatif semakin merasa bahwa pendekatan Gandhi terhadap Muslim memberikan terlalu banyak konsesi. Mereka khawatir bahwa dengan terlalu mendekatkan diri kepada pemimpin Muslim seperti Jinnah, Gandhi malah mengancam dominasi Hindu dalam politik India. Dalam pandangan mereka, Gandhi lebih mengutamakan perdamaian dan persatuan, namun terlalu banyak berkompromi dengan kepentingan politik umat Muslim yang semakin membesar.
Meskipun Gandhi berusaha menyelesaikan ketegangan ini dengan berbagai cara, termasuk dengan melakukan puasa sebagai bentuk protes untuk mendamaikan kedua pihak, krisis ini tidak bisa dihindari. Pembentukan negara Pakistan pada 1947, yang terpisah dari India, menandai perpecahan besar yang tidak hanya mengguncang struktur sosial, tetapi juga memperburuk hubungan antara kelompok-kelompok politik India, baik Muslim maupun Hindu.
2. Kritik dari Kelompok Hindu Radikal dan Subhas Chandra Bose
Gandhi juga menghadapi kritik keras dari kelompok Hindu radikaldan pemimpin Subhas Chandra Bose, yang memiliki pandangan berbeda dalam hal strategi perjuangan kemerdekaan. Bose adalah seorang pemimpin yang lebih mendukung penggunaan kekerasan dalam melawan penjajahan, sementara Gandhi selalu menegaskan bahwa kekerasan hanya akan memperburuk penderitaan rakyat India.
Bose memandang Gandhi sebagai pemimpin yang lamban dalam membawa perubahan dan tidak cukup tegas dalam menghadapi penjajah. Dalam pertemuannya dengan Gandhi, Bose menyampaikan bahwa gerakan perlawanan India membutuhkan kekuatan militer dan gerakan yang lebih agresif, sementara Gandhi menginginkan perlawanan yang damai melalui pemogokan, boikot, dan aksi-aksi non-kekerasan. Ketidaksetujuan antara keduanya mencerminkan perbedaan besar dalam filosofi politik yang dianut oleh mereka. Kritik terhadap Gandhi datang dari pihak yang ingin India memperoleh kemerdekaan dengan lebih cepat dan lebih langsung, bukan melalui metode yang mereka anggap sebagai "jalan panjang yang damai".
Selain itu, kaum konservatif Hindu yang menginginkan status quo dalam sistem kasta dan sosial India juga merasa tidak puas dengan sikap Gandhi yang mendukung kaum untouchable (kelompok kasta rendah). Gandhi memperjuangkan hak-hak kaum ini, yang dia sebut sebagai "Harijan" atau "Anak Tuhan", dengan harapan untuk mengakhiri diskriminasi sosial dan sistem kasta yang telah lama mengakar di India. Namun, tindakan ini menuai banyak tentangan dari kalangan Hindu tradisional yang merasa bahwa penghapusan sistem kasta akan merusak struktur sosial dan agama Hindu.
3. Dampak Ketegangan dalam Perjuangan Kemerdekaan