By: ASN, Jakarta 31, Januari 2010 Menjelang senja dipertengahan tahun 60an Saat ekonomi kolaps dan bangsa ini porak poranda dalam gejolak Letih seharian berkeliling menawarkan kain batik dari rumah ke rumah Berusaha menambah beberapa sen uang untuk tambahan hidup keluarga Seorang perempuan muda pulang ketempat mereka menumpang di Kebayoran Disudut ruang seorang bayi laki-laki berumur beberapa bulan menangis Perempuan muda itu goyangkan ayunan selendang Tenangkan manusia mungil yang sedang lemah Terdengar bunyi nafas sesak anak itu dibalik penyakit Bronchitis kronisnya Dekapan hangat dan aliran cinta hentikan tangis si anak yang lapar Tak ada susu yang bisa terbeli, namun tak ada keluh kesah luluhkan hati Kehidupan yang tidak mudah itu adalah tantangan Hadapi dengan keberanian dan nikmati kehidupan dengan realistis Sedikit barang yang bernilai pun dijual untuk membeli obat anaknya Perempuan itu tak pernah berhutang, walau tak cukup uang untuk membeli susu dan obat anaknya yang sakit keras Seorang perempuan tangguh, bijak, penuh cinta kasih.. Empat puluh tahun kemudian… Tatkala usia perempuan itu mulai masuki masa tua Tubuhnya mulai digerogoti kanker usus yang mulai menjalar ke Pangkreasnya Ia masih menunjukkan keberaniannya yang luar biasa menghadapi hidup Ia jalani pembedahan besar dengan yakin dan senyuman Kehilangan beberapa bagian organ penting tubuhnya Disambung kemoterapi intensif selama 6 bulan tanpa henti, setiap harinya Dia kembali berikan contoh nyata, keberanian menghadapi kehidupan Walau dititik-titik tertentu semuanya tak ada yang mudah Dibalik hari-hari tuanya kini, semangat itu masih terpancar kuat Sebuah refleksi cinta kasih yang tulus tanpa batas Sebuah keberanian menghadapi realitas kehidupan yang tak sempurna Sebuah keteladanan yang luar biasa mengatur arah kehidupan Sebuah arti kehangatan keluarga Tak ada kepekaan instuisi yang lebih tajam darinya atas kondisi anak-anaknya Tak ada kata yang cukup untuk ekspresikan terimakasihku untuk perempuan itu Tak ada dekapan hangat, dan pelukan yang cukup ungkapkan cintaku untuknya Tak ada sembah sujud yang cukup ungkapkan hormatku padanya Tak ada balas budi yang cukup untuk semua pelajaran kehidupan yang telah diberikannya Namun dengan bait-bait kata ini.. Aku tetap ingin ungkapkan isi hatiku, untuk semua yang telah kau berikan Terima kasih ibu…
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H