Mohon tunggu...
Hasbullah Has
Hasbullah Has Mohon Tunggu... -

Lahir di Kuala Enok INHIL RIAU, SD di desa kelahiran SMP di MTs PonPes Cipining Bogor,SMA Swasta Jakarta 1 thn&selesai MAN-1 PK Sul-Sel, kuliah di UII Yogya. mengabdi di Batam sebagai "Karyawan".

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

titik kelemahan pendidikan kita

14 Oktober 2010   04:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:26 720
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Degradasi moral sering menjadi perbincangan banyak kalangan.Para pejabat, rohaniawan, prkatisi pendidikan, bahkan SBY sang presiden pun mulai angkat bicara. Bahkan beliau meminta para Ulama untuk berperan besar dalam meredam sikap amoral masyarakat akhir-akhir ini. Mendiknas pun mewacanakan tentang pentingnya kurikulum yang mengenalkan pendidikan karakter sejak SD. Apa sebenarnya yang mejadi titik persoalan yang mendasari prilaku mayarakat Indonesia yang mudah marah, gampang tersulut emosi, pelajar yang hobi tawuran, mahasiswa yang sering anarkis, pejabat yang korup, pengadilan yang kurang memberi rasa keadilan, dan masih banyak lagi yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.

Banyak hasil diskusi yang memberi kesimpulan. Mulai dari anggapan tentang kesempatan pendidikan yang belum merata, sistem pendidikan yang amburadul, kesenjangan sosial yang mengalami ketimpangan, serta ketidaktegasan penegak hukum sering dijadikan alasanuntuk memaklumi prilaku masyarakat tersebut. Indikasi atas pemakluman tersebut adalah dengan tidak dijadikannya ‘degradasi moral’ sebagai bagian agenda besar pemerintah untuk menuntaskan persoalan tersebut secara cepat dan terbuka. Moralitas bangsa dicemaskan tapi hanya dengan retorika yang ‘menggemaskan’. Padahal kita tentu sepakat bahwa pembangunan tanpa moral dan karakter hanya menunggu kehancuran suatu bangsa, sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Abu A’la Almaududi seorang pemikir besar bahwa “Persoalan besar yang dihadapi sebuah bangsa dan mampu menghancurkan adalah krisis moral. Ekonomi dan politik hanya bagian dari aspek inti persoalan.’

Pendidikan dan moral adalah dua sisi yang tidak boleh dipisahkan. Masalah moral bukan tanggung jawab guru agama dan rohaniawan semata-mata. Tapi lebih dari itu, pendidikan yang dibangun oleh pemerintah harus mampu menjadikan ilmu pengetahuan membimbing prilaku tubuh dan akal bangsa menjadi sehat dan bermartabat, karena ilmu selalu ada bersamaan dengan sifat Tuhan Sang Pemilik ilmu pengetahuan. Bagaimana bisa begitu? Dengan keterbatasan penulis sedikit harus kita pecahkan. Ketika guru di sekolah mengajarkan siswa berdasarkan kurikulum produk sekolah dan pemerintah, maka sang guru berharap agar ilmu dipahami siswa dengan kemampuan menjawab soal semata. Tanpa mengharapkan siswa memetik nasehat dari ilmu serta karakter apa yang dipelajari setelah ilmu didapatkan.

Salah satu contoh adalah ketika belajar tentang pohon maka yang dipelajari nama pohon, batang, daun, dan proses pertumbuhannya, selesai. Kemudian ikut ujian nasional, lulus dan lupa teori ilmunya beberapa bulan kemudian. Itu membuat ilmu tidak berbekas, hilang dan akan dicoba dipelajari lagi untuk persiapan mengikuti tes PNS. Tentu hal itu sangat disayangkan. Semestinya pohon yang dipelajari mengandung nilai moral/nasehat yang dengan kreatifitas metode pembelajaran akan membuat siswa memahami makna ilmunya pohon. Oh, ternyata kalau jadi pohon akan ada daun, tangkai, batang, akar, tanah, matahari, dan air yang saling melengkapi. Tidak boleh merasa lebih dari yang lain. Ketika sukses menjadii buah jangan lupa bahwa buah ada karena ada dukungan dari elemen yang lain. Kemudian siswa pun belajar tentang konsep penciptaan Tuhan dari pohon yang diciptakan. Apapun disiplin ilmu, maka yang dibutuhkan adalah pemahaman atas makna ilmu tersebut dan dilakukan pembiasaan-pembiasaan nilai dengan karakter yang baik.

Guru dalam mengajarkan harus mampu mengajak siswa menyebutkan karakter apa yang baik yang bisa diambil setelah mereka belajar. Nilai moral dari ilmu yang dipelajari tersebut akan dijadikan acuan tindak tanduk siswa dalam kehidupan sehari-hari. Sedikit demi sedikit siswa akan menanamkan nilai moral dalam dirinya, dari memahami mereka akan membiasakan dala prilaku. Karena pembiasaan-pembiasaan akan menjadi karakter pribadi yang bermoral. Bila pendidikan kita hanya sebatas memahami pelajaran, mereka akan lupa dan gagal. Bila pendidikan ilmu dipahami dan dilakukakn akan menjadi kebiasaan, dan kebiasaan akan menjadi karakter.Karakter yang sudah bermoral dan terukur akan menjadi masyarakat yang membangun bangsa dan negaranya berlandaskan ilmu dan hati nurani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun